PVMBG Analisis Penyebab Banjir Bandang

PVMBG Analisis Penyebab Banjir Bandang

radartasik.com, SUKAWENING — Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) masih melakukan penyelidikan terkait kejadian banjir bandang di Kecamatan Sukawening dan Karangtengah. Saat ini tim lapangan dari PVMBG masih melakukan analisis: mencari tahu penyebab bencana banjir bandang yang menerjang enam desa di dua kecamatan itu.


Pejabat fungsional PVMBG Edi Mulyadi mengatakan, beberapa faktor diselidiki di lapangan, seperti susunan bebatuan, bentang alam, aliran air, tata guna lahan, mekanisme terjadinya banjir bandang dan penyebabnya. Setelah itu, hasil analisis dipadukan dengan data tambahan lainnya. Dari hasil analisis final, PVMBG akan memberikan rekomendasi kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Garut.

Ia menjelaskan, berdasarkan hasil penyelidikan, kondisi geologi di wilayah itu terdiri dari berbagai jenis bebatuan. “Batuan yang paling atas itu merupakan batuan gembur dan rapuh. Bebatuan itu merupakan produk dari gunung api purba di wilayah itu, seperti Talaga Bodas dan Karaha Bodas,” kata Edi kepada wartawan, Jumat (3/12/2021).

Sementara dari kondisi bentang alam, wilayah itu merupakan daerah pegunungan dengan kemiringan terjal. Sedangkan di bagian tengah relatif lebih landai.

Edi menambahkan, dari faktor bentang alam, vegetasi di wilayah itu relatif kurang pepohonan berakar kuat dan dalam. Lebih banyak sawah dan kebun sayur. Sementara aliran air yang melintasi wilayah itu deras.

Sehingga ketika terjadi hujan ekstrem, lanjut dia, air akan masuk ke celah di bebatuan. Selanjutnya air membuat erosi di beberapa celah perbukitan terjal, membawa material yang rapuh. Alhasil, material itu menjadi lumpur, sehingga bermuara di sungai di bawahnya.

Menurut Edi, secara kasat mata, terdapat sekitar lima longsoran yang bermuara di sungai. “Kalau dilihat di drone mungkin akan lebih banyak lagi,” ujarnya.

Ia menilai longsoran terjadi akibat kegemburan tanah dan vegetasinya yang kurang padat, sehingga air yang turun dari hujan mengiris tanah lunak. Longsoran itu kemudian membendung aliran sungai.

“Suatu saat dia jebol, jadilah akumulasi air yang besar. Sementara kemampuan sungai untuk menampung debit air itu tidak mampu. Jadinya melebar ke mana-mana, sehingga menyapu permukiman warga di sekitar aliran sungai,” terangnya.

Edi menjelaskan, salah satu penyebab banjir bandang itu adalah tata guna lahan yang tidak mendukung aliran air. Di sisi lain, kondisi bebatuan di bagian atas gembur. Ditambah lagi faktor eksternal, yaitu curah hujan ekstrem ikut memicu terjadinya longsor dan banjir bandang.

Ia mengakui ada pendapat yang menyebut tak ada alih fungsi lahan di wilayah itu. Menurut dia, alih fungsi lahan mungkin tak terjadi dalam kurun 10 tahun terakhir. Namun, kenyataannya di wilayah itu banyak ditanami sayuran dan sawah. “Tanaman tinggi relatif sedikit. Tanaman sayuran dan pesawahan kan tak mampu untuk menyerap air,” terangnya.

Bupati Garut H Rudy Gunawan membantah alih fungsi lahan menjadi penyebab banjir bandang. Menurut dia, bencana itu terjadi karena hujan yang terlalu deras. “Tidak ada alih fungsi lahan. Coba buktikan di mana lahan yang dialihfungsikan di wilayah itu,” ujarnya beberapa hari yang lalu.

Terkait banyaknya kebun di wilayah Sukawening dan Karangtengah, Rudy memastikan itu sudah ada sejak puluhan tahun lalu. Sementara banjir bandang baru terjadi.

“Kalau banjir bandang ini terjadi karena intensitas hujan tinggi. Tidak ada alih fungsi lahan,” paparnya. (yna)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: