Sebuah Ironi, Indonesia Penghasil Sawit Terbesar Dunia Tapi Harga Minyak Goreng Justru Meroket
Reporter:
radi|
Selasa 09-11-2021,16:15 WIB
Radartasik.com, JAKARTA — Indonesia sebagai produsen CPO terbesar di dunia akan tetapi untuk urusan harga minyak goreng dalam negeri justru dikendalikan harganya dari luar negeri. Atas kondisi tersebut anggota Komisi IV DPR RI Andi Akmal Pasluddin mengaku sangat menyayangkannya.
“Sangat disayangkan, puluhan tahun Indonesia sebagai produsen CPO, rakyatnya terombang-ambing persoalan harga minyak goreng,” ujar Akmal, Selasa (09/11/2021).
Akmal mengungkapkan sejak awal November hingga saat ini, harga minyak goreng terus naik sampai melebihi harga eceran tertinggi. Kenaikan minyak goreng ini terjadi baik untuk jenis curah maupun kemasan.
Dia mengakui naiknya harga minyak goreng di dalam negeri ini akibat dari naiknya harga minyak goreng di internasional. Namun sebagai penghasil CPO terbesar di dunia seharusnya bukan menjadi alasan.
“Mestinya Indonesia yang mengendalikan harga, termasuk mengendalikan harga dalam negeri, sehingga masyarakat tidak terlalu terbebani. Inilah fungsi negara, agar negara hadir untuk rakyat,” kata Akmal.
Saat ini berdasarkan data yang ada pasokan minyak goreng di masyarakat tergolong aman. Pasalnya dari kebutuhan minyak goreng nasional sebesar 5,06 juta ton per tahun, produksinya bisa mencapai 8,02 juta ton.
“Namun pada kenyataan di lapangan, rumah tangga dan usaha kecil makanan pada teriak. Ini pasti ada yang salah, apakah kebijakan ataupun aplikasi di lapangannya,” bebernya.
Lebih jauh Akmal menjelaskan, bahwa persoalan sawit ini dua tahun terakhir diliputi oleh persoalan Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) yang banyak tidak sesuai dengan harapan. Ditambah lagi, adanya petani sawit mandiri (PSM) yang terancam gulung tikar dengan adanya tingginya harga pupuk. Selain itu, tambahnya, ada kejadian turunnya panen sawit pada semester ke-2 di dalam negeri.
Sangat ironi, bahwa pada periode Januari-Agustus 2021, industri kelapa sawit sudah berkontribusi devisa kepada negara hingga USD26,3 miliar atau setara dengan Rp380 triliun.
“Akan tetapi, di saat yang sama, rakyatnya menjerit akan tingginya harga minyak goreng. Jangan sampai suplai CPO yang terbatas menjadi alibi yang menyebabkan gangguan pada rantai distribusi (supply chain) industri minyak goreng,” ujarnya.
Kata Akmal, seharusnya turunnya pasokan minyak sawit dunia seiring dengan turunnya produksi sawit Malaysia merupakan peluang besar bagi Indonesia untuk mengendalikan pasar dunia.
Adanya kenaikan permintaan CPO untuk pemenuhan industri biodiesel seiring dengan penerapan kebijakan B30 dapat menjadikan Indonesia sebagai produsen sawit dengan skala besar sebagai pemimpin pasar.
“Negara kita sudah saatnya mengendalikan isu sawit yang selama ini di-bully beberapa negara luar karena persoalan lingkungan. Bahkan ada yang sampai mengampanyekan memboikot sawit kita dan berkonflik di perdagangan internasional,” tegasnya.(fin/fajar)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: