Minta Dikembalikan ke Daerah, Sistem Penerimaan ASN PPPK Guru Disorot
Reporter:
andriansyah|
Rabu 13-10-2021,08:30 WIB
radartasik.com, BANJAR — Pendiri Asosiasi Sukwan PGRI Kota Banjar serta dewan pembina dan penasehat honorer Kota Banjar Ruhimat SPd, SIP, MM menyebut honorer yang sudah mengundurkan diri namun dinyatakan lolos seleksi pegawai pemerintah dengan perjanjian kontrak (P3K) bukan kesalahan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Banjar. Menurut dia, kesalahan ada di pemerintah pusat.
“Intinya begini, seleksi ASN PPPK 2021 mutlak kewenangan pusat. Daerah hanya menyelenggarakan seleksi. Kemudian yang sudah berhenti sukwan (honorer) tapi lolos ikut seleksi itu bukan kesalahan Disdik. Bukan kesalahan daerah, tapi data dapodik karena link langsung ke pusat,” ujarnya, Selasa (12/10/2021).
Sedangkan terkait adanya jurusan ekonomi bisa lolos daftar di formasi SD juga merupakan kewenangan pusat. “Pusat yang punya sistemnya, maka jangan salahkan Disdik dan daerah dong,” kata Ruhimat.
Dia pun mengomentari tata cara dan sistem penerimaan ASN PPPK saat ini. Dia menganggap banyak kekurangan dalam penerimaan saat ini. “Sebaiknya kembalikan lagi ke daerah masing-masing yang benar-benar tahu kebutuhan,” katanya.
Ia menyebut aturan penerimaan PPPK banyak yang keliru. “Saya katakan,salah sistem dan tata cara karena begini: Sekolah A, B, C masing-masing hanya menerima satu orang guru. Yang daftar ke sekolah A ada lima orang, ke sekolah B ada lima orang, ke sekolah C ada lima orang. Peserta seleksi ASN PPPK dengan nilai terkecil di sekolah A, 500. Kemudian peserta seleksi ASN PPPK dengan nilai terbesar di sekolah B, 450, dan peserta seleksi ASN PPPK dengan nilai terbesar di sekolah C, 350. Nilai ambang 350 dinyatakan lulus. Nah maka peserta seleksi ASN PPPK yang memilih ke sekolah A dan yang diterima oleh sekolah A hanya satu, yaitu peserta yang nilainya tertinggi. Sedangkan peserta seleksi ASN PPPK yang memilih ke sekolah A urutan 2,3,4 walau nilai di atas peserta yang memilih ke sekolah B, C, tidak serta merta dilempar ke sekolah B, C,” bebernya.
Peserta seleksi ASN PPPK yang memilih ke sekolah B dan sekolah C akan diambil nilai tertingginya. Walau nilai tertinggi di sekolah B dan C di bawah yang daftar ke sekolah A. “Bukan kah itu tidak adil,” katanya.
Seharusnya, kata dia, apabila membutuhkan guru kelas sebanyak 10 orang dan pendaftar ada 100, maka yang diambil urutan nilai terbesar 1 sampai 10. “Soalnya peserta seleksi tidak bisa melihat siapa saja yang daftar ke sekolah A. Inginnya mendapatkan yang sangat baik, tapi urutan di tengah pun bisa lolos. Ini kan ironi,” katanya.
Sebelumnya, Forum Pemuda Peduli Pendidikan (FPPP) Kota Banjar menyarankan pemerintah, khususnya Dinas Pendidikan Kota Banjar lebih selektif memeriksa data honorer. Ini menyusul adanya salah seorang honorer yang lolos seleksi tahap 1 PPPK-PNS, padahal orang tersebut telah mengundurkan diri empat tahun lalu.
“Yang bersangkutan (seorang honorer, Red) dinyatakan lolos seleksi tahap 1 PPPK-PNS karena masih memiliki dapodik (data pokok pendidik),” ungkap Ketua FPPP Kota Banjar Dicky Agustaf kepada radartasik.com, Senin (11/10/21).
Dicky menerangkan, seharusnya dapodik milik salah seorang honorer tersebut tidak aktif. Dari informasi yang diterimanya, dapodik yang bersangkutan sudah di-cut off pada Juli 2020 oleh operator di sekolah yang bersangkutan.
“Kenapa hal ini bisa terjadi? Bisa jadi dapodik guru tersebut tidak dihapus meski sudah keluar. Ini yang dikhawatirkan, karena bisa dijadikan permainan. Seperti itu bisa dibilang honorer zombie,” ujarnya. (cep)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: