IRT yang Jadi Mucikari Ini Diduga Sudah Jual 7 ABG

IRT yang Jadi Mucikari Ini Diduga Sudah Jual 7 ABG

radartasik.com, TASIK — Masih ingat dengan kasus mucikari yang mengincar pelajar? Saat ini proses hukumnya masih terus bergulir hingga sekarang. Kini pelakunya sudah diamankan oleh Sat Reskrim Polres Tasikmalaya Kota.


Beberapa waktu lalu, Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kota Tasikmalaya mendampingi pelaporan korban eksploitasi seksual pada 20 Agustus 2021 dengan nomor registrasi : LP/B/226/VIII/2021/SPKT/POLRES TASIKMALAYA KOTA/POLDA JABAR. Diduga hal itu terjadi berulang sejak November Tahun 2019 sampai 2021.

Terlapor merupakan seorang ibu rumah tangga yang sudah cukup mengenal korban. Dia diduga memanfaatkan anak di bawah umur untuk dijual ke pria hidung belang dengan iming-iming bisa menghasilkan uang dengan mudah.

Menindaklanjuti laporan tersebut, polisi melakukan penyelidikan dengan memeriksa saksi-saksi. Kasus itu pun sudah mengalami titik terang, dimana terlapor sudah diamankan pada 9 September 2021.

Ketua KPAD Kota Tasikmalaya Eki S Baehaqi mengaku sudah mendapat konfirmasi dari polisi. Dia pun mengapresiasi kinerja kepolisian yang menangani kasus tersebut dengan serius. “Alhamdulillah pelaku sudah diamankan, mungkin sudah ditetapkan tersangka juga,” ungkapnya kepada Radar, Minggu (19/9/2021).

Di samping itu, KPAD meminta kepolisian mengusut kasus tersebut secara tuntas. Hal ini guna memberikan efek jera terhadap kasus-kasus eksploitasi anak khususnya perkara seksual. “Kami juga akan terus mengawal kasus ini,” ucapnya.

Sementara ini, korban yang terdeteksi baru ada tujuh orang dengan usia bervariasi. Namun tidak menutup kemungkinan masih ada korban-korban lainnya. “Hal-hal ini kan seperti fenomena gunung es,” ucapnya.

Meski terdeteksi tujuh korban, pihaknya baru bisa melakukan pendekatan dengan dua korban saja. Selebihnya masih menutup, sehingga petugas kesulitan melakukan komunikasi. “Wajar sih karena ini berhubungan dengan aib, ada juga yang orang tuanya meyakini anaknya tidak ikut jadi korban,” katanya.

KPAD belum menyerap informasi lebih detail hasil penyelidikan atau penyidikan kepolisian. Namun, dilihat dari studi kasusnya, pelaku memanfaatkan kondisi ekonomi keluarga korban. “Selain ekonomi, didukung dengan pergaulan yang kurang terkontrol,” ucapnya.

Terpisah, Kepala Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBP3A) Kota Tasikmalaya Nunung Kartini mengaku sudah memonitor kasus tersebut. Pihaknya pun telah mengirim petugas untuk melakukan pemulihan psikologis korban. “Yang kami dampingi baru satu, yang lainnya cukup sulit dilakukan pendekatan,” katanya.

Adapun korban yang didampingi, statusnya sudah menikah dan punya bayi dua bulan meskipun di bawah umur. Tetapi secara psikologis, dia sudah mulai kembali bersemangat.

“Korban juga sudah mau melanjutkan pendidikannya, kami akan komunikasikan dengan Disdik (Dinas Pendidikan) untuk bisa ikut paket B,” terangnya.

Nunung berharap, ke depannya kasus serupa bisa lebih diminimalisir dengan kepedulian semua pihak. Karena upaya tersebut tidak bisa dilakukan oleh dinas yang dia pimpin saja. “Kita juga selalu menyampaikan soal perlindungan perempuan dan anak di berbagai kesempatan,” katanya.

Sementara itu, pihak kepolisian belum memberikan penjelasan soal perkembangan kasus ini. Kasat Reskrim Polres Tasikmalaya Kota AKP Septiawan Adi Prihartono belum memberikan respons saat dihubungi.

Sebelumnya pada Kamis (2/9/2021) diberitakan, para orang tua harus senantiasa mengawasi anak-anaknya ketika berada di luar rumah. Lalai sedikit, anak bisa dieksploitasi dan dijerumuskan ke dunia prostitusi.

Kasus tersebut pernah menimpa pada seorang anak di Kota Tasikmalaya tahun ini. Korbannya masih seusia pelajar yang masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) kelas IX atau Sekolah Menengah Atas (SMA) kelas X.

Hal itu diakui oleh Ketua Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kota Tasikmalaya Eki S Baehaqi. Pihaknya pernah menemukan adanya kasus eksploitasi ekonomi dan seksual kepada anak untuk keuntungan materi. “Iya, memang ada temuan kasus seperti itu,” ujarnya kepada Radar, Rabu (1/9/2021).

Dijelaskan Eki, hal itu bermula ketika korban diajak jalan-jalan oleh salah seorang kenalannya (mucikari, Red). Namun akhirnya malah disuruh melayani nafsu berahi pria hidung belang. “Jadi habis dibawa jalan-jalan lalu dibawa ke salah satu hotel,” ungkapnya.

Dari pria hidung belang tersebut pelaku menerima uang sekitar Rp 500 ribu. Uang tersebut dibagi dua antara mucikari dan korban sebagai iming-iming bahwa kegiatan tersebut menguntungkan. “Informasinya saat itu uangnya dibagi dua,” katanya.

Merasa dapat keuntungan materi, korban pun akhirnya terlena dan ketagihan. Dia pun terus diperalat untuk melayani pria-pria hidung belang lainnya. “Eksploitasi itu tidak hanya dilakukan pelaku pada satu anak saja, ada indikasi korban-korban lain,” tuturnya.

Pada akhirnya, praktik lendir itu diketahui oleh orang tua korban yang langsung memproteksi anaknya. KPAD pun turut membantu melakukan pendampingan untuk pemulihan psikologis korban.

Eki menjelaskan bahwa eksploitasi seksual anak bukan hal yang bisa dibenarkan. Sekalipun tidak dengan paksaan kepada anak, karena secara mental mereka masih cenderung labil. “Jadi setiap orang dewasa punya kewajiban membimbingnya ke arah yang baik, bukan malah menjerumuskan,” tuturnya.

Dia pun mengingatkan para orang tua agar lebih memproteksi anaknya melalui pengawasan dan bimbingan keagamaan. Termasuk mengawasi pergaulannya ketika di luar rumah. “Orang tua perlu tahu anaknya bergaul dengan siapa saja dan pengaruh yang diberikan kepada anak,” terangnya. (rga)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: