Penghapusan Premium Tergantung Pemerintah

Penghapusan Premium Tergantung Pemerintah

Radartasik.com, JAKARTA — Berdasarkan data Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), serapan premium sampai Juli 2021 mencapai 2,71 juta kiloliter atau hanya 27,18 persen dari kuota tahun ini sebesar 10 juta kiloliter.

Anggota Komite BPH Migas Saleh Abdurrahman mengatakan pihaknya bersama dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus melakukan pemantauan pada tren konsumsi premium.

Namun demikian, sambung dia, mengenai kapan premium akan dihapus, hal ini menjadi domain kebijakan dari pemerintah. Tugas BPH Migas hanya melakukan pengawasan dan pengaturan pada penyediaan dan pendistribusian BBM agar tersedia di seluruh pelosok Indonesia.

”Tapi, kami melihat bahwa imbauan kepada badan usaha agar agresif sosialisasi dan promosi produk-produk yang ramah lingkungan. Dari kami, RON 88 mestinya sudah ditinggalkan, tapi ini kebijakan pemerintah,” paparnya.

Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro meminta pemerintah diminta tidak tergesa-gesa menghilangkan peredaran bahan bakar minyak (BBM) jenis premium di Indonesia.

Menurut dia, transisi dari premium ke BBM yang lebih berkualitas harus dilakukan secara bertahap dan agar tidak menimbulkan gejolak di masyarakat.

Dia mengatakan pemerintah sebenarnya sudah betul jika berpedoman kepada Perpres 191/2014, dimana premium hanya tersedia di luar Jawa-Madura-Bali (Jamali).

Namun demikian, kata dia, perpres tersebut kemudian ditarik dan digantikan dengan Perpres 43/2018, sehingga akhirnya premium dijual kembali di wilayah Jamali.

”Saya kira Perpres 191/2014 sudah tepat Mas, bahwa premium hanya disediakan di non-Jamali (Jawa-Madura-Bali). Sayangnya pemerintah justru menarik kembali ke Jamali melalui Perpres 43/2018 sehingga menjadi sulit kembali,” ujar dia kepada Fajar Indonesia Network, Rabu (08/09/2021).

Masyarakat sendiri ketika itu sebenarnya sudah bisa cukup menerima dan menyadari penggunaan BBM dengan kualitas yang lebih baik selain premium. Namun seiring dengan Perpres 43/2018, maka penjualan premium di Jamali menjadi naik kembali.

”Semua karena inkonsistensi pemerintah. Kalau memang langsung dihapus lebih baik,” saran dia. (git/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: