Lebaran Lesung
Oleh: Dahlan Iskan
INILAH hasil konkret berpuasa sebulan kemarin: berat badan saya turun 3 kg. Kembali ke 72. Yakni kembali ke sebelum Covid-19.
Selama pandemi, semua orang seperti merasa sah untuk kian tambun. Makan banyak, kurang gerak.
Saya memang makan banyak. Tapi juga gerak banyak: olahraga satu jam setiap hari.
Sebenarnya saya masih harus menurunkan lagi berat badan itu. Tiga kilogram lagi. Tapi rasanya sulit. Ini bukan sikap pesimistis. Ini realistis.
Saya hanya berhasil bisa mengurangi konsumsi gula dan daging. Sangat drastis. Lima tahun terakhir. Tapi saya masih suka makan nasi dan makan banyak sekali.
Berpuasa tahun ini masih sama: berbuka paling nikmat adalah di rumah sendiri. Makan masakan istri sendiri.
Saat berbuka puasa seperti itu saya selalu minum air putih dulu. Air hangat. Hampir satu liter. Lalu minum obat rutin, menurun imunitas.
Setengah jam kemudian –harusnya satu jam setelah makan obat itu– barulah saya makan nasi. Lalu minum obat liver.
Ritme itu sulit dilakukan kalau berbuka puasa di luar rumah. Tentu tidak bisa dihindari: kadang harus mangkir dari rumah.
Tahun ini saya dua kali berbuka puasa di atas pesawat. Saya beli air botol 600 ml. Botol itu saya masukkan ke dalam kaus yang saya pakai. Agar dingin airnya berkurang. Menjadi sama hangat dengan suhu badan.
Begitu saat berbuka tiba saya minum air itu. Sampai hampir habis. Sisanya untuk mengantar minum obat. Roti dan air dari pramugari saya konsumsi setengah jam kemudian.
Dua kali pula saya berbuka puasa di acara instansi. Pertama, di Korem Baskara Jaya Surabaya. Mewakili masyarakat media. Saya baru tahu: sekarang ini komandan Korem sekelas Surabaya berpangkat Brigjen.
Kedua, di Grahadi - -kediaman resmi Gubernur Khofifah Parawansa-- di acara seminar dan ulang tahun Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: