Di Kota Tasik, Siswi SMP Dijual Rp500 Ribu, Ketagihan dan Terus-terusan

Di Kota Tasik, Siswi SMP Dijual Rp500 Ribu, Ketagihan dan Terus-terusan

TASIK - Para orang tua harus senantiasa mengawasi anak-anaknya ketika berada di luar rumah. Lalai sedikit, anak bisa dieksploitasi dan dijerumuskan ke dunia prostitusi.


Kasus tersebut pernah menimpa pada seorang anak di Kota Tasikmalaya tahun ini. Korbannya masih seusia pelajar yang masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) kelas IX atau Sekolah Menengah Atas (SMA) kelas X.

Hal itu diakui oleh Ketua Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kota Tasikmalaya Eki S Baehaqi. Pihaknya pernah menemukan adanya kasus eksploitasi ekonomi dan seksual kepada anak untuk keuntungan materi. “Iya, memang ada temuan kasus seperti itu,” ujarnya kepada Radar, Rabu (1/9/2021).

Dijelaskan Eki, hal itu bermula ketika korban diajak jalan-jalan oleh salah seorang kenalannya (mucikari, Red). Namun akhirnya malah disuruh melayani nafsu berahi pria hidung belang. “Jadi habis dibawa jalan-jalan lalu dibawa ke salah satu hotel,” ungkapnya.

Dari pria hidung belang tersebut pelaku menerima uang sekitar Rp 500 ribu. Uang tersebut dibagi dua antara mucikari dan korban sebagai iming-iming bahwa kegiatan tersebut menguntungkan. “Informasinya saat itu uangnya dibagi dua,” katanya.

Merasa dapat keuntungan materi, korban pun akhirnya terlena dan ketagihan. Dia pun terus diperalat untuk melayani pria-pria hidung belang lainnya. “Eksploitasi itu tidak hanya dilakukan pelaku pada satu anak saja, ada indikasi korban-korban lain,” tuturnya.

Pada akhirnya, praktik lendir itu diketahui oleh orang tua korban yang langsung memproteksi anaknya. KPAD pun turut membantu melakukan pendampingan untuk pemulihan psikologis korban.

Eki menjelaskan bahwa eksploitasi seksual anak bukan hal yang bisa dibenarkan. Sekalipun tidak dengan paksaan kepada anak, karena secara mental mereka masih cenderung labil. “Jadi setiap orang dewasa punya kewajiban membimbingnya ke arah yang baik, bukan malah menjerumuskan,” tuturnya.

Dia pun mengingatkan para orang tua agar lebih memproteksi anaknya melalui pengawasan dan bimbingan keagamaan. Termasuk mengawasi pergaulannya ketika di luar rumah. “Orang tua perlu tahu anaknya bergaul dengan siapa saja dan pengaruh yang diberikan kepada anak,” terangnya.

Anak Terkena Kasus

Sebelumnya diberitakan, Belasan anak di Kota Tasikmalaya saat ini ada dalam pengawasan Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD). Mereka terlibat dan terkena dampak peristiwa hukum, di antaranya kekerasan seksual.

Berdasarkan data KPAD Kota Tasikmalaya, ada 17 anak yang didampingi sejak awal 2021. 6 kasus asusila, 5 perebutan hak asuh, 1 Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH), 1 anak yang tidak mendapatkan hak nafkah dan 4 terdampak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Eki mengatakan pandemi Covid-19 telah meningkatkan potensi kasus yang melibatkan anak. Baik mereka sebagai pelaku, atau pun sebagai korbannya. ”Karena kalau dilihat, sepertinya pergaulan anak usia remaja lebih liar karena tidak ke sekolah,” ungkapnya kepada Radar, Selasa (31/8/2021).

Beberapa kasus asusila bukan karena adanya pemaksaan dari pelaku. Hasil identifikasi ada beberapa korban yang melakukannya secara sukarela. “Jadi ada yang terbilang suka sama suka, miris juga sih,” katanya.

Hal ini, kata dia, tentunya harus menjadi perhatian dari para orang tua agar lebih mengawasi pergaulan anaknya. Jangan sampai tidak terpantau ketika mereka keluar dari rumah. “Minimal orang tua harus tahu mereka pergi ke mana dan bersama siapa,” terangnya.

Ada pun kondisi mereka saat ini cukup variatif, tergantung dengan kasusnya. Ada yang harus menjalani pembinaan di Lembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial (LPKS), ada juga yang terbilang sudah stabil. “Kondisi mereka masih terus kami pantau, tapi ada yang pindah ke luar daerah karena anaknya hamil,” terangnya.

Hal serupa diungkapkan Petugas Sakti Peksos Kota Tasikmalaya Ajeng Diah Rahmadina yang mengatakan masa pandemi ini anak-anak malah lebih rawan terlibat masalah hukum. Salah satunya faktornya diduga karena kebosanan terlalu banyak di rumah. “Dengan mulainya belajar tatap muka, mudah-mudahan bisa menekan potensi itu,” tuturnya.

Belum lagi dia pun disibukkan untuk mendata dan memverifikasi anak-anak dari pasien yang meninggal karena Covid-19. Untuk sementara sedikitnya baru 11 anak yang tercatat. "Ada sekitar 49 keluarga lagi yang harus kita verifikasi, tapi mudah-mudahan tidak nambah," tuturnya.

Anggaran Lindungi Anak

Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 78/2021. Aturan ini untuk melindungi anak-anak, termasuk yang terdampak pandemi Covid-19. Perlindungan anak tidak hanya kesehatan, termasuk lingkungan yang kondusif bagi tumbuh kembang mereka.

Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate menerangkan, pandemi ini tergolong situasi bencana. Yang pasti berimbas pada kehidupan anak-anak. Melalui PP No 78/2021 tersebut, presiden memberikan arahan untuk memastikan adanya langkah ekstra perlindungan pemerintah kepada anak-anak.

Anak, dalam aturan ini didefinisikan sebagai seseorang yang berusia di bawah 18 tahun, termasuk yang masih berada dalam kandungan. Peraturan Pemerintah (PP) tentang Perlindungan Khusus bagi Anak tersebut ditandatangani oleh Presiden Jokowi pada 10 Agustus 2021.

Setidaknya ada 20 kategori anak yang membutuhkan perlindungan khusus, di antaranya anak korban eksploitasi seksual, anak korban jaringan terorisme, anak korban kekerasan fisik, anak korban perdagangan, dan anak korban dampak bencana, termasuk bencana non alam seperti pandemi Covid-19.

"Bentuk perlindungan khusus anak yang diberikan adalah penanganan cepat termasuk pengobatan dan rehabilitasi, pendampingan psikososial, pemberian bansos bagi anak dari keluarga tidak mampu, serta perlindungan dan pendampingan pada setiap proses peradilan," jelasnya, dikutip Selasa (24/8/2021).

Menteri Johnny menyebutkan terbitnya PP ini adalah bentuk afirmatif dalam melayani kebutuhan perlindungan khusus bagi anak. Mengingat masalah perlindungan ini tak bisa diselesaikan secara terpisah.

Penerbitan PP ini juga memperjelas tugas dan kewenangan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan lembaga dalam memastikan perlindungan khusus anak secara menyeluruh.

“Tentu saja terbuka ruang bagi masyarakat luas untuk berpartisipasi dalam memberikan perlindungan. Masyarakat yang memiliki informasi terkait keberadaan anak yatim piatu yang ditinggalkan atau terpisah dari orang tua karena Covid-19, juga dapat melapor ke aparat setempat atau dinas sosial," paparnya.

Politisi Nasdem ini melanjutkan anak-anak tersebut menjadi tanggung jawab negara. "Intinya, kita harus bersama-sama mencegah agar anak tidak menjadi korban dalam situasi darurat, karena mereka adalah masa depan kita,” tandasnya. (rga/ fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: