Begini Konstruksi Kasus Korupsi Bupati Bintan

Begini Konstruksi Kasus Korupsi Bupati Bintan

Radartasik.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan konstruksi perkara dugaan korupsi pengaturan barang kena cukai di Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, yang menjerat Bupati Bintan Apri Sujadi (AS).

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, disiarkan melalui akun Youtube KPK, Kamis (12/08/2021), menerangkan pada 4 Desember 2015, Ditjen Bea dan Cukai mengirim Surat Nomor S-710/BC/2015 tentang Evaluasi Penetapan Barang Kena Cukai (BKC) ke Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.

”Antara lain isinya memberikan teguran kepada BP (Badan Pengusahaan) Bintan terkait jumlah kuota rokok yang diterbitkan oleh BP Bintan pada tahun 2015 adalah lebih besar dari yang seharusnya,” ungkap Alex.

Pada 17 Februari 2016, Apri dilantik menjadi Bupati Bintan yang secara ex-officio menjabat sebagai Wakil Ketua I Dewan Kawasan Bintan.

Di awal Juni 2016 bertempat di salah satu hotel di Batam, Apri memerintahkan stafnya untuk mengumpulkan para distributor rokok yang mengajukan kuota rokok di BP Bintan dan dalam pertemuan tersebut diduga terdapat penerimaan sejumlah uang oleh Apri dari para pengusaha rokok yang hadir.

”Menindaklanjuti pertemuan tersebut, AS dengan inisiatif pribadi kemudian melakukan penggantian personel BP Bintan dan memerintahkan Nurdin Basirun (ketua Dewan Kawasan Bintan) menetapkan komposisi personel baru BP Bintan dengan menempatkan Azirwan sebagai kepala BP Bintan dan MSU (Moh Saleh Umar) sebagai wakil kepala BP Bintan,” papar Alex.

Pada Agustus 2016, ia mengatakan Azirwan mengajukan pengunduran diri sehingga tugas sebagai kepala BP Bintan dilaksanakan sementara waktu oleh Moh Saleh.

Atas persetujuan Apri, dilakukan penetapan kuota rokok dan Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA) dan menerbitkan kuota rokok sebanyak 290.760.000 batang dan kuota MMEA dengan rincian, yakni golongan A sebanyak 228.107,40 liter, golongan B sebanyak 35.152,10 liter, dan golongan C sebanyak 17.861.20 liter.

”Pada Mei 2017 bertempat di salah satu hotel di Batam, AS kembali memerintahkan untuk mengumpulkan serta memberikan pengarahan kepada para distributor rokok sebelum penerbitan Surat Keputusan (SK) Kuota Rokok Tahun 2017,” ucap Alex.

Di tahun 2017, BP Bintan menerbitkan kuota rokok sebanyak 305.876.000 batang (18.500 karton) dan kuota MMEA dan diduga dari kedua kuota tersebut ada distribusi jatah bagi Apri sebanyak 15.000 karton, Moh Saleh sebanyak 2.000 karton, dan pihak lainnya sebanyak 1.500 karton.

”Pada Februari 2018, AS memerintahkan Alfeni Harmi (kepala Bidang Perizinan BP Bintan) dan diketahui juga oleh MSU untuk menambah kuota rokok BP Bintan Tahun 2018 dari hitungan awal sebanyak 21.000 karton sehingga total kuota rokok dan kuota MMEA yang ditetapkan oleh BP Bintan Tahun 2018 sebanyak 452.740.800 batang (29.761 karton),” tuturnya.

Selanjutnya kembali dilakukan distribusi jatah di mana untuk Apri sebanyak 16.500 karton, Moh Saleh 2.000 karton, dan pihak lainnya sebanyak 11.000 karton.

”Untuk penetapan kuota rokok di BP Bintan dari tahun 2016 sampai dengan 2018 diduga dilakukan oleh MSU dan penetapan kuota MMEA di BP Bintan dari tahun 2016 sampai dengan 2018 diduga ditentukan sendiri oleh MSU tanpa mempertimbangkan jumlah kebutuhan secara wajar,” kata dia.

Dari 2016 sampai dengan 2018, BP Bintan telah menerbitkan kuota MMEA kepada PT Tirta Anugrah Sukses (TAS) yang diduga belum mendapatkan izin edar dari BPOM dan dugaan terdapat kelebihan (mark up) atas penetapan kuota rokok di BP Bintan tersebut.

KPK menduga perbuatan para tersangka mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar Rp 250 miliar.

Diketahui, KPK baru menetapkan Bupati Bintan Apri Sujadi bersama Plt Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan Wilayah Kabupaten Bintan Moh Saleh H Umar (MSU) sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengaturan barang kena cukai dalam pengelolaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan Wilayah Kabupaten Bintan Tahun 2016-2018.

”Atas perbuatannya, AS dari tahun 2017 sampai dengan 2018 diduga menerima uang sekitar sejumlah Rp 6,3 miliar dan tersangka MSU dari tahun 2017 sampai dengan 2018 juga diduga menerima uang sekitar Rp 800 juta,” ucap Wakil Ketua KPK Alexander Marwata. (riz/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: