Gubernur Nurdin Abdullah Didakwa Terima Suap Rp13 Miliar

Gubernur Nurdin Abdullah Didakwa Terima Suap Rp13 Miliar

Radartasik.com, JAKARTA com — Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) nonaktif, Nurdin Abdullah bersama-sama dengan Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Provinsi Sulawesi Selatan Edy Rahmat didakwa menerima uang senilai Rp13 miliar. Uang tersebut diterima keduanya dari sejumlah kontraktor dalam pelelangan proyek pekerjaan pada Dinas PUTR Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan.

“Melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa. Sehingga dipandang sebagai perbuatan berlanjut berupa menerima hadiah atau janji,” kata jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Asri Irawan, Kamis (22/07/2021).


Jaksa menjelaskan, Nurdin Abdullah secara langsung menerima uang tunai sejumlah SGD 150.000 dan melalui Edy Rahmat menerima uang tunai sejumlah Rp2.500.000.000 atau sekitar jumlah itu. Uang itu diterima dari pemilik PT Agung Perdana Bulukumba dan PT Cahaya Sepang Bulukumba, Agung Sucipto.


Jaksa menduga, uang tersebut diberikan agar Nurdin Abdullah selaku Gubernur Sulawesi Selatan memenangkan perusahaan milik Agung Sucipto dalam pelelangan proyek pekerjaan di Dinas PUTR Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Serta memberikan persetujuan bantuan keuangan Provinsi Sulawesi Selatan terhadap proyek pembangunan infrastruktur Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Sinjai Tahun Anggaran 2021.


“Supaya dapat dikerjakan oleh perusahaan milik Agung Sucipto dan Harry Syamsuddin yang bertentangan dengan kewajiban terdakwa selaku Penyelenggara Negara,” cetus Jaksa Asri.


Lantas pada 8 Juni 2020 diumumkan pemenang lelang paket pekerjaan Jalan Ruas Palampang-Munte-Botolempangan dari DAK Tahun Anggaran 2020 dengan pagu anggaran senilai Rp 16.367.615.000 dengan nilai HPS Rp16.103.569.940,64 dimenangkan perusahaan milik Agung Sucipto dengan nilai penawaran yang kemudian disesuaikan dengan kontrak pekerjaan sebesar Rp 15.711.736.067,34.


Selain itu, pada 2 Desember 2020 diumumkan pemenang lelang paket pekerjaan Jalan Ruas Palampang-Munte-Botolempangan 1 dari Dana PEN Tahun Anggaran 2020 dengan pagu anggaran senilai Rp 19.295.078.867,18, dengan nilai HPS Rp 19.294.065.530,31, dimenangkan perusahaan milik Agung Sucipto yaitu PT Cahaya Sepang Bulukumba dengan nilai penawaran yang kemudian disesuaikan dengan kontrak pekerjaan sebesar Rp19.062.235.132,34.


“Setelah diumumkan sebagai pemenang lelang paket pekerjaan Jalan Ruas Palampang-Munte-Botolempangan 1 dari Dana PEN Tahun Anggaran 2020, kemudian Sari Pudjiastuti menerima uang sebesar Rp 60.000.000,00 dari Agung Sucipto yang diberikan di Lobby Hotel Myko and Convention Center Mall Panakkukang Jl. Boulevard Kota Makassar, yang selanjutnya uang tersebut dibagi-bagikan Sari kepada Anggota Pokja 7 yaitu Ansar, A. Yusril Mallombasang, Herman Parudani, Suharsil dan Hizar,” ujar Jaksa Asri.


Selanjutnya pada 19 Februari 2021, Edy Rahmat dihubungi Agung Sucipto menyampaikan keinginannya terkait Proposal Bantuan Pembangunan Infrastruktur Sumber Daya Air Dinas PUPR Kabupaten Sinjai Tahun Anggaran 2021 senilai Rp 26.551.213.000,00 yang diajukan oleh Andi Seto Gadhista Asapa selaku Bupati Sinjai kepada Nurdin Abdullah, dengan permintaan agar Nurdin memberikan persetujuan bantuan keuangan Provinsi Sulawesi Selatan.


“Jika bantuan keuangan Provinsi Sulawesi Selatan tersebut disetujui oleh Terdakwa, maka yang akan mengerjakan proyek tersebut ialah Agung Sucipto dan Harry Samsuddin. Selain itu Agung Sucipto juga menjanjikan akan memberikan fee sejumlah 7 persen kepada Terdakwa, jika bantuan keuangan tersebut disetujui dan dikucurkan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan kepada Pemerintah Kabupaten Sinjai,” ungkap Jaksa Asri.


Atas permintaan Agung Sucipto tersebut, Edy Rahmat kemudian menyampaikannya kepada Nurdin. Lantas Nurdin menyampaikan kepada Edy Rahmat agar Agung Sucipto segera menyiapkan Proposal dan Detail Enginering Design (DED).


Jaksa mengungkapkan, pada 26 Februari 2021 Agung Sucipto menyiapkan uang sejumlah Rp 2.500.000.000 dengan perincian sejumlah Rp 1.450.000.000 ditarik dari rekening pribadi Agung Sucipto pada Bank BNI Cabang Tamalanrea Kota Makassar. Selain itu, uang sejumlah Rp1.050.000.000 dari Harry Syamsuddin yang diterima oleh Agung Sucipto

di Cafe Fireflies Jl. Pattimura Kota Makassar.


Selanjutnya pada hari yang sama sekitar 20.25 WITA, Edy Rahmat kembali dihubungi Agung Sucipto yang memberitahukan pertemuan akan dilakukan di Rumah Makan Nelayan Jl. Ali Malaka No.25 Kota Makassar. Kemudian bertempat di pinggir jalan yang tidak jauh dari Rumah Makan Nelayan tersebut, Edy Rahmat menerima uang sejumlah Rp 2.500.000.000,00 yang dikemas dalam sebuah koper warna hijau yang berisi uang dengan total nominal Rp 2.000.000.000.


Tidak hanya itu, ada uang di dalam sebuah tas ransel warna hitam kombinasi biru list merah yang berisi uang dengan total nominal Rp 500.000.000,00 beserta dengan tiga bundel proposal bantuan pembangunan infrastruktur Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Sinjai Tahun Anggaran 2021 dari Agung Sucipto.


Nurdin juga didakwa menerima gratifikasi berupa pemenerimaan uang dengan jumlah seluruhnya sebesar Rp 6.587.600.000,00 dan SGD200.000 yang berhubungan dengan jabatannya. Penerimaan itu berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya yaitu berhubungan dengan jabatan Terdakwa selaku Gubernur Sulawesi Selatan periode tahun 2018-2023 yang merupakan Penyelenggara Negara untuk tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi dan nepotisme.


“Penerimaan gratifikasi yang dilakukan oleh Terdakwa tersebut tidak pernah dilaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sebagaimana dipersyaratkan dalam Pasal 12 C ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” tegas Asri.


Nurdin didakwa melanggar Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI

Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.


Dia jiga didakwa melanggar Pasal 12 B Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana. (jpg)


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: