Pendidikan Vokasi-Industri Harus Diperkuat
Reporter:
syindi|
Rabu 21-07-2021,18:30 WIB
radartasik.com, JAKARTA - Sinergi antara pendidikan vokasi dan industri amat penting dalam peningkatan kapasitas serta kualitas SDM yang dihasilkan. Saat ini, koneksi antara keduanya belum begitu optimal. Salah satu upaya yang harus ditempuh adalah penguatan konsep link and match kepada pelaku industri.
Pernyataan tersebut diungkapkan Dirjen Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Wikan Sakarinto dalam sebuah Webinar Series bertajuk Sinergi Ekosistem Riset Terapan sebagai Jembatan Vokasi dan Industri, Jumat (16/7/2021).
Dia menjelaskan bahwa konsep link and match ini terdiri dari delapan standar. Pertama, kurikulum disusun bersama. Wikan mengaku, kurikulum akan di-refom agar lebih berat pada pembentukan karakter dan soft skill daripada hard skill.
“Hard skill dan produktif iya, tetapi kita dikeluhkan karena lulusan kita kurang komunikasi, kurang mampu menghadapi tekanan dunia kerja, kita akan fokuskan kalau kita menyusun kurikulum bersama dengan industri itu soft skill karakternya kuat, hardskill akan otomatis kuat,” kata dia melalui keterangan resminya di Jakarta, Sabtu (17/7/2021).
Selanjutnya pembelajaran berbasis project riil dari dunia kerja (PBL). Tujuannya adalah untuk memastikan hard skill akan disertai soft skill dan karakter yang kuat. Ketiga, jumlah dan peran guru, dosen, instruktur dari industri dan ahli dari dunia kerja, ditingkatkan secara signifikan sampai minimal mencapai 50 jam per semester, per program studi.
“Jadi, dosen-dosen dari Kadin harus rutin kita hadirkan di kelas. Sejak semester satu, anak-anak kita sudah diekspos dengan kondisi nyata,” tambah Wikan.
Poin keempat merupakan optimalisasi magang atau praktik kerja di industri atau dunia kerja. Menurutnya minimal dirancang 1 semester sejak awal. “Jangan sampai langsung lompat ke nomor empat, sedangkan poin dua dan tiga belum kita lakukan,” tutur Wikan.
Adapun yang kelima adalah sertifikasi kompetensi, yang sesuai standar dan kebutuhan dunia kerja (bagi lulusan dan dosen, guru/instruktur). Kemudian dosen/guru/instruktur secara rutin mendapatkan update teknologi dan pelatihan dari dunia kerja.
“Aspek ketujuh cukup krusial yakni riset terapan mendukung Teaching Factory atau Teaching Industry,” terang Wikan.
Dijelaskan Wikan, ketika bicara riset terapan, tidak bisa langsung lompat ke riset terapan. Ini bagian dari link and match. Riset terapan yang tepat itu Teaching Factory/Teaching Industry harus bermula dari kasus nyata di Industri atau masyarakat.
“Sehingga kebijakan kita untuk riset terapan itu ya ini, start from the end,” ungkapnya. Dia menyebutkan riset itu dimulai dari MRL bersama industri atau bersama Kadin, kemudian merancang kalau kelak produk mereka nanti sudah selesai, bagaimana memproduksi massal dan men-deliver ke pasar,” katanya. (rhs/jpnn)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: