Wajah PPKM di Masyarakat

Wajah PPKM di Masyarakat

Aturan imendagri yang dinamakan ppkm membawa banyak dampak baru, setelah di terapkan ppkm beberapa titik jalan macet karena di sebagian titik jalan ditutup. 

Sebagian masyarakat memilih untuk diam di rumah, tapi juga menambah setres karena terlalu banyak di rumah. 

Ekonomi pedagang dipasar terhambat, khususnya bagi mereka pedagang malam yang berjualan mulai jam 5 sore sampai jam 12 malam.

Lantaran, dimasa PPKM mereka harus buka jam 5 sore dan tutup jam 20.00 malam. 

Bayangkan bagaimana pedagang malam mereka kesusahan mengatur waktu jualanya terutama mereka yang berjualan martabak, hingga coffe shoop. 

Kali ini tulisan ini ingin merespon dan mengkhususkan tindakan penegak hukum terhadap salah satu coffe shoop yang terkena sanksi penjara atau membayar uang Rp5 juta.

Tapi pihak pengelola coffe shoop tidak ada uang untuk bayar uang Rp5 juta, dan harus ikhlas dirinya dipenjara. 

Apakah hukum setegas itu untuk mereka yang melanggar? Bagaimana hukum itu dibuat, serta bagaimana bagaimana rule pelaksanaan hukum serta apa dampaknya bagi mereka yang dipenjara dikarenakan sanksi PPKM?

Serta bagaimana pelaksanaan PPKM kedepan serta apa peraturan imendagri yang perlu diubah, serta Perda Jabar tentang PPKM yang perlu diperbaiki? 

Beberapa pertayaan ini akan penulis paparkan agar kedepan PPKM menjadi lebih efektif yang katanya wacana PPKM diperpanjang sampai bulan Agustus 2021.

Hukum dibuat memang untuk ditaati tapi terlepas hukum itu itu harus ditaati. Hukuman juga harus bersifat memanusiakan manusia. 

Artinya hukum harus lah memilili pendengaran untuk mendengarkan bagaimana seorang yang melanggar hukum harus didengar kenapa mereka melanggar, kasus terkait coffe shop sudah jelas mereka membuka coffe shoopnya sore dipaksa tutup jam 8 malam, setelah itu mereka dibiarkan merugi. 

Seharusnya bagi coffe shoop mereka diberikan izin jam lebih malam, atau kalau memang penengakan hukum mau menegakan hukum, seharusnya coffe shop tersebut sebelum disanksi, harus diberi aturan ketat.

Semisal, pengunjung harus diswab terlebih dahulu agar jelas apakah mereka berkerumunan untuk menyebarkan secara tidak sengaja virus, atau tidak virus ketika mereka dalam satu coffe shop maka hukum bersifat interogasi sebelum memberikan denda dan memberikan toleransi untuk mereka yang tidak sanggup menjalani sanksi hukum.

Seperti kesepakatan jumlah uang denda yang telah disepakati bersama hakim karena tidak semuanya sanggup menyepakati uang 5 juta dalam masa pandemi. 

Maka kalau ini diterapkan, baru dikatakan hukum itu ditegakan bersifat manusiawi.

Pelaksanaan peraturan hukum sudah jelas disebutkan pada imendagri dan perda, bahwa sebelum hukum dilaksanakan wajib disosialisasikan oleh penegak hukum. Apakah sosialisasi ini dilaksanakan?

Kalau dilaksanakan sosialisasinya bagaimana sosialisasinya dilaksanakan penegak hukum kepada mereka khususnya para pedagang malam yang jelas langsung kena dampaknya. 

Karena sosialisasi hukum itu wajib dilaksanakan dan itu amanah imendagri, dan perda, keliru kalau tidak laksanakan. 

Apalagi hanya dilaksanakan dijajaran pemerintahan tapi dimasyarakat tidak, padahal aturan ppk dibuat sebenarnya mentertibkan masayarakat sipil tanpa menyampingkan mereka yang mengabdi pada negara. 

Baiknya ada aturan-aturan dari imedagri dan perda jabar perlu diubah, dengan melihat hal-hal yang ada dimasyarakat sebelum memperpanjang masa PPKM. 

Agar PPKM ini dilaksanakan dengan rasa yang lebih manusiawi, ingat mereka yang didenda karena PPKM akan dicap napi oleh masyarakat awam.

Dan napi adalah satu hal yang memiliki makna negatif dimasyarakat, begitu juga denda uang mereka tidak mampu harus diberikan keringanan dalam hal denda, jangan apa-apa diganti dengan penjara. Setelah dipenjara memiliki efek panjang untuk mereka yang melanggar.

Penulis,
Rico Ibrahim (Dosen IAIC) 
Pengamat Politik Kota Tasikmalaya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: