Aturan WFH Pekerja Segera Dikeluarkan, Menaker Bilang Selama PPKM Darurat Pekerja Hanya 15 Hari Ngantor
Reporter:
radi|
Kamis 15-07-2021,16:26 WIB
Radartasik.com,JAKARTA — Juru Bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika Dedy Permadi menambahkan, bahwa pemerintah akan mengeluarkan aturan mengenai definisi kerja dari rumah (work from home/WFH) bagi pekerja. Tujuan dari aturan itu, agar kebijakan tak disalahartikan sebagai bentuk pengurangan pengurangan, apalagi sampai pemutusan hubungan kerja (PHK).
“Koordinator PPKM Darurat sudah meminta kepada Menaker, Ida Fauziyah untuk menerbitkan mengenai pembatasan kerja dari rumah atau WFH agar tidak ada perbedaan pandangan terhadap WFH, termasuk di dalamnya terkait definisi dirumahkan yang berdampak pada pengurangan buruh dan pekerja,” kata Dedy, Kamis (15 /07/2021).
Menurut Dedy, ketentuan ini sengaja dikeluarkan karena mempertimbangkan potensi PHK yang besar di tengah PPKM Darurat. Sebab, pada kebijakan PPKM Darurat, pemerintah meminta agar sistem WFH diberlakukan sekitar 50 persen hingga 100 persen.
“Kebijakan ini diambil dengan mempertimbangkan banyaknya pekerja yang terancam PHK dan dirumahkan. Untuk itu, pemerintah menyusun langkah-langkah untuk menghindari PHK karyawan dan saat bersama menyelamatkan perusahaan,” terangnya.
Sebelumnya, Menaker Ida Fauziah telah meminta perusahaan agar tetap memenuhi hak pekerja selama WFH diterapkan. Salah satunya memenuhi hak pekerja. Pemenuhan upah itu berdasarkan kesepakatan di perjanjian kerja antara pekerja dan pengusaha, yang juga harus mengikuti pedoman dalam Surat Edaran Menaker Nomor M/3/HK.04/III/2020 tentang Pelindungan Pekerja/Buruh dan Kelangsungan Usaha dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Covid-1.
Selain itu, Menaker juga meminta perusahaan, khususnya yang berada di sektor esensial, untuk memperketat waktu kerja. Hal ini agar target pelaksanaan PPKM Darurat dapat tercapai dengan maksimal.
“Menanggapi situasi dunia usaha dalam masa PPKM Darurat ini, maka dibutuhkan penyesuaian terkait jumlah pekerja di perusahaan, pelaksanaan prokes di tempat kerja, penyesuaian waktu kerja, dan dampaknya terhadap hak-hak pekerja,” kata Ida melalui siaran persnya, Rabu (14/07/2021).
Ida menjelaskan, pelaksanaan PPKM Darurat telah diatur melalui Inmendagri No.18 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Inmendagri No.15 Tahun 2021.
Melalui Inmendagri tersebut, sektor esensial menjadi salah satu sektor yang diizinkan untuk bekerja dari kantor (WFO) hingga mencapai 50 persen. Meski begitu, perusahaan di sektor esensial diharapkan lebih memperketat waktu kerja guna memaksimalkan PPKM Darurat.
“Sepanjang dipastikan telah memenuhi kriteria dalam Inmendagri, maka perusahaan di sektor esensial dapat membuat opsi-opsi untuk memaksimalkan proses produksi,” jelasnya.
Opsi tersebut di antaranya adalah pekerja/buruh hanya bekerja 15 hari dalam satu bulan. Artinya, 15 hari untuk bekerja dari kantor (WFO) dan 15 hari sisanya untuk bekerja dari rumah (WFH).
“Opsi lainnya bisa berupa penerapan shift kerja di perusahaan agar tidak terjadi penumpukan pekerja pada shift yang sama,” kata Menaker Ida.
Opsi lainnya yakni melakukan pekerjaan secara 2-1(2 hari kerja dan 1 hari libur). Dengan opsi ini maka seluruh pekerja bisa memperoleh giliran kerja. Selain itu, perusahaan dapat pula memilih merampingkan divisi/unit kerja yang bukan core/inti, yang tidak membutuhkan pekerja sebesar di masa normal. Sehingga jumlah pekerja di unit core/inti dapat dimaksimalkan.
Perusahaan juga dapat memilih opsi-opsi lain sesuai dengan karakter proses produksi di perusahaan masing-masing.
“Opsi-opsi ini dimaksudkan agar perusahaan dapat beroperasi semaksimal mungkin dalam situasi PPKM, sehingga ekonomi dapat tetap berjalan,” tandasnya. (fin/pojoksatu)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: