DPRD Tolak Rencana Pinjaman Rp230 Miliar Pemkab Tasikmalaya, Berisiko Ganggu Keuangan Daerah
Wakil Ketua DPRD Kabupaten Tasikmalaya, Ami Fahmi. istimewa for radartasik.com--
BACA JUGA:Main Game Jungle Ludo Bisa Dapat Saldo DANA Gratis
Ami juga mengingatkan, sejumlah daerah yang pernah mengambil pinjaman serupa kini kesulitan membayar cicilan, seperti Kabupaten Pangandaran, Kuningan, dan Bandung Barat.
“Dengan PAD kita yang kecil, membayar pinjaman Rp230 miliar akan sangat berat,” ujarnya.
Menurut Ami, Pemkab berencana menggunakan dana pinjaman untuk pembangunan infrastruktur jalan.
Namun ia menilai pembangunan tidak seharusnya hanya berfokus pada infrastruktur fisik, sementara kebutuhan dasar masyarakat seperti jaminan kesehatan dan pelayanan publik belum terpenuhi maksimal.
BACA JUGA:Paling Buncit di Klasemen Super League, Semen Padang Pecat Eduardo Almeida
“Masih banyak warga yang belum ter-cover jaminan kesehatan. Seharusnya Bupati memprioritaskan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dulu sebelum mengajukan pinjaman besar,” ucapnya.
Sebagai solusi, Fraksi PKB DPRD Kabupaten Tasikmalaya mengusulkan agar pembangunan dilakukan bertahap sesuai kemampuan keuangan daerah.
Pemkab juga disarankan mengalihkan status beberapa jalan agar bisa dibiayai oleh pemerintah provinsi atau pusat.
“Misalnya jalan Ciawi–Singaparna bisa diserahkan ke Pemprov Jawa Barat atau dijadikan jalan nasional, supaya pembangunannya ditanggung pemerintah yang lebih tinggi,” kata Ami.
BACA JUGA:Tujuh Jabatan Kosong, Efektivitas Birokrasi Kota Tasikmalaya Belum Optimal
Selain itu, jalan penghubung antar desa bisa dialihkan menjadi jalan desa agar bisa dibiayai lewat dana desa tanpa membebani APBD.
Ami menegaskan, Fraksi PKB tidak menolak pembangunan, tetapi menolak mekanisme pembiayaan melalui pinjaman besar yang berpotensi menjadi beban jangka panjang.
“Kami bukan menolak pembangunan, tapi menolak caranya. Jangan sampai pinjaman ini menjadi beban berat bagi APBD di masa depan,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan, jika Pemkab sudah terikat cicilan hingga Rp80 miliar per tahun, maka akan sulit melakukan penyesuaian anggaran bila ada kondisi darurat atau instruksi efisiensi dari pemerintah pusat.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber: