CIHIDEUNG — Sejak pemberian gerobak dan penataan padagang kaki lima (PKL) di Jalan Cihideung. Pemerintah Kota Tasikmalaya belum lagi melakukan hal serupa terhadap PKL di wilayah lain. Hal ini memicu kecemburuan dari para pelaku usaha lainnya.
Hal itu diungkapkan Ketua Bussines Development Center (BDC) Benk Haryono yang menaungi para pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Jika boleh memilih, kata dia, para pelaku UMKM tentu akan dengan senang hati membuka lapak di badan jalan dan trotoar. Namun tentu ada kekhawatiran lapaknya digusur Satpol PP. “Kalau buka toko kan harus modal besar, tentu lebih menguntungkan menjadi PKL,” katanya.
Dia berharap pemerintah bisa konsisten terkait kebijakan untuk PKL sebagai pelaku usaha kecil. Jika memang ada pemberdayaan, maka harus bisa meluas ke area-area lainnya. “Kalau mau diberdayakan membuka juga zona PKL di tempat lainnya, kalau enggak ya Cihideung juga jangan ditetapkan sebagai zona untuk PKL,” terangnya.
Salah satu tujuan Pemkot menerbitkan Perwalkot yakni pemberdayaan pelaku usaha kecil. Tetapi perlu dievaluasi hasil pemberdayaan tersebut, karena faktanya PKL semakin menjamur. “Sekarang hasil pemberdayaannya seperti apa, sepertinya pedagang di situ masih begitu-begitu saja,” tuturnya.
Selain itu, sambung dia, tujuan penataan pun menurutnya sudah gagal total.
Karena bukannya jadi tertata, kawasan itu malah jadi kumuh. “Bukannya lebih baik, malah jadi makin buruk,” jelasnya.
Salah seorang pelaku usaha makanan ringan asal Cipedes, Tike Astuti (31) mengatakan sejauh ini dia mengejar event atau jual secara online. Ditanya alasan kenapa tidak membuka lapak di jalur HZ Mustofa selayaknya PKL, dia khawatir dengan risikonya. “Kalau enggak mengganggu sih mau-mau saja, tapi kalau digusur bagaimana,” terangnya.
Sebelumnya, penataan pedagang kaki lima (PKL) di Jalan Cihideung merupakan salah satu bagian dari janji politik H Budi Budiman- H Muhammad Yusuf dalam pembenahan pusat kota. Tetapi sudah tiga tahun berlalu, janji tersebut tak kunjung ditepati.
Sekretaris Karangtaruna Kota Tasikmalaya, Arief Abdul Rohman mengatakan kumuhnya kawasan PKL Cihideung tak lepas dari dosa pemerintah sebelumnya. Karena memfasilitasi gerobak dan sarana perdagangan di kawasan itu, menurutnya kondisi PKL tidak akan separah seperti saat ini. “Dulu kan sore lapaknya dibereskan, setelah difasilitasi pemerintah jadi paten,” ungkapnya kepada Radar, Minggu (30/5/2021).
Jika saja pemerintah hanya sebatas memberikan gerobak dorong, mungkin akan berbeda pada kenyataannya. Para pedagang tentu tidak akan meninggalkan lapaknya begitu saja. “Pasti mereka juga menempatkan peralatan dan barang dagangannya di tempat aman,” tuturnya.
Untuk itu, dalam kepemimpinan Budi-Yusuf memberikan harapan baru soal penataan kawasan tersebut. Di mana salah satu janji politiknya adalah menata pusat kota mulai dari HZ Mustofa hingga jalur Cihideung. “Tapi terus tertunda karena persoalan anggaran,” terangnya.
PKL Cihideung yang diberi geArobak pada prinsipnya sudah meAngantongi Surat Keterangan UsaAha (SKU). Arief menyarankan SKU itu bisa menjadi dasar penAdataAan berkala yang dilakukan peAmerintah. “Supaya bisa lebih terAawasi, jangan-jangan sudah berAtambah atau pedagangnya suAdah diganti yang baru,” katanya. (rga)