TASIK — Banyaknya kasus gizi buruk dan stunting bukan persoalan yang bisa disepelekan. Anggaran untuk program penanganan dan pencegahan stunting diharapkan jangan sampai mubazir.
Anggota Komisi IV DPRD Kota Tasikmalaya, Enan Suherlan menilai ada masalah dalam program tersebut. Terlepas pemerintah sudah bekerja, namun faktanya kasusnya malah meningkat. “Targetnya kan pasti harus menurun, kok ini malah bertambah, pertanyaannya lari kemana anggaran tersebut,” ungkapnya kepada Radar, Kamis (20/5/2021).
Namun, kata dia, program untuk pencegahan stunting ini sudah terintegrasi ke berbagai organisasi perangkat daerah (OPD). Maka perlu ada sinkronisasi antara penderita dengan sasaran program. “Kan pasti ada data sebarannya, harus dipastikan mereka jadi sasaran program stunting,” ujarnya.
Termasuk klasifikasi kelompok perekonomian, karena gizi buruk atau stunting kerap dikaitkan dengan kondisi ekonomi. Jika memang pada penderitanya di ekonomi menengah ke bawah, berarti perlu penyadaran lebih masif soal pentingnya asupan gizi seimbang. “Tahu dan tempe serta sayuran kan juga bergizi, tidak harus daging dan ikan,” terangnya.
Sebelumnya diberitakan, puluhan bayi dan balita di Kota Tasikmalaya diketahui tidak mampu bertahan hidup dan meninggal dunia. Hal ini didominasi oleh kondisi fisik bayi yang lemah akibat kekurangan gizi atau mengalami gizi buruk.
Kelahiran bayi bagi para orang tua merupakan hal yang ditunggu-tunggu, terlebih bayi pertama. Namun sebagian dari mereka harus menelan pil pahit karena bayi mereka tidak mampu bertahan hidup atau meninggal dunia.
Berdasarkan informasi open data Kota Tasikmalaya, sepanjang tahun 2020 tercatat ada 42 bayi dan balita yang meninggal dunia. Jumlah tersebut terbagi menjadi 21 anak perempuan dan 21 laki-laki.
Di tahun 2021, RSUD dr Soekardjo pun mencatat ada 17 bayi di bawah 1 tahun meninggal dunia, dan 15 di antaranya merupakan anak dari penduduk Kota Tasikmalaya. Jumlah tersebut baru hitungan di tiga bulan pertama yakni Januari sampai Maret 2021. (rga)