Ketua Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Kota Tasikmalaya Hj Atit Tajmiati menjelaskan faktor lingkungan sangat dominan dalam kasus gizi buruk dan kematian bayi. Karena lingkungan di Kota Tasikmalaya cenderung masih kurang sehat.
“Salah satunya ODF (Open Defecation Free) di kita kan masih lemah,” ungkapnya.
“Tahun kemarin cukup tinggi karena pandemi cukup memberikan stress kepada masyarakat,” katanya.
Belum lagi persoalan ekonomi yang juga memberi pengaruh besar pada asupan gizi seimbang bagi bayi termasuk ibunya. Karena kesadaran masyarakat untuk pola hidup bersih dan sehat terlalu bergantung pada bantuan dari orang lain atau pemerintah. “Membuat septic tank saja kan menunggu bantuan pemerintah, padahal itu penting,” jelasnya.
Perlu kebijakan pemerintah yang lebih pro terhadap pola hidup masyarakat sehat. Termasuk dalam program pembangunan yang harus berwawasan kesehatan. “Misal pembangunan perumahan atau rumah warga sudah harus diwajibkan untuk membuat septic tank,” jelasnya.
IBI pun setiap tahun terus memberikan edukasi kepada masyarakat khususnya untuk kesehatan ibu hamil dan bayinya. Pihaknya juga berencana akan membuat program Kampung Remaja Tangguh (Kareta). “Jadi sasarannya kepada remaja yang memang sudah cukup umur untuk menikah,” katanya.
Terkait program penanganan dan pencegahan stunting, dia pun melihat mulai tahun ini akan menjadi lebih baik. Karena pelaksanaannya bukan hanya dilakukan Dinas Kesehatan saja.
Sebelumnya, pandemi Covid-19 yang melanda Kota Tasikmalaya sejak awal tahun 2020, sedikit banyak menurunkan kualitas kesehatan anak. Tercatat ada sebanyak 7.731 anak di Kota Tasikmalaya menderita stunting akibat gizi buruk.
Jumlah tersebut mengalami peningkatan dari tahun 2019, di mana Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya mencatat ada 5.373 kasus anak stunting. Kondisi ini meliputi anak dari mulai baru lahir sampai usia lima tahun.
Angka tersebut tidak sesuai dengan apa yang ditargetkan oleh Dinas Kesehatan. Pasalnya, tahun 2020 ditargetkan angka stunting bisa diturunkan di bawah angka 5.000.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya, dr Uus Supangat mengakui bahwa penderita stunting mengalami peningkatan di tahun 2020. Sedikit banyak, pandemi menjadi salah satu faktor yang berpengaruh besar terhadap kesehatan masyarakat. “Karena program kesehatan terhambat baik secara teknis pelaksanaan, seperti posyandu sempat disetop dan pembinaan hanya bisa via daring,” ujarnya kepada Radar, belum lama ini.
Selain pandemi, ekonomi juga menjadi salah satu faktor munculnya kasus anak menderita stunting. Karena ekonomi rendah berpengaruh kepada sumber daya manusia (SDM) dan pemahaman masyarakat tentang pentingnya asupan gizi. “Tapi hanya menjadi salah satu faktor saja, bukan penyebab secara keseluruhan,” ujarnya menegaskan.
Perlu diketahui, asupan gizi seimbang tidak harus makanan-makanan mahal. Sayur mayur yang biasa di jual di warung pun punya nilai gizi yang baik. “Tidak harus daging atau susu yang mahal, bisa tahu tempe dan susunya pakai susu kedelai,” tuturnya.
Kategori :