Kasus Gizi Buruk & Kematian Bayi di Kota Tasik, Begini Kata IBI

Jumat 21-05-2021,17:30 WIB
Reporter : syindi

Ketua Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Kota Tasikmalaya Hj Atit Tajmiati menjelaskan faktor lingkungan sangat dominan dalam kasus gizi buruk dan kematian bayi. Karena lingkungan di Kota Tasikmalaya cenderung masih kurang sehat.

“Salah satunya ODF (Open Defecation Free) di kita kan masih lemah,” ungkapnya.

Program bantuan sosial dari pemerintah salah satunya untuk perbaikan gizi masyarakat. Seharusnya pendamping program bantuan harus menekankan agar penerima menggunakannya sesuai peruntukan. “Jangan sampai digunakan untuk hal-hal yang tidak perlu,” katanya.Bukan hanya lingkungan secara fisik, namun juga secara psikis dan mental, kata dia, Ibu hamil yang mengalami tekanan akan mengganggu pada tumbuh kembang bayi.

“Tahun kemarin cukup tinggi karena pandemi cukup memberikan stress kepada masyarakat,” katanya.

Belum lagi persoalan ekonomi yang juga memberi pengaruh besar pada asupan gizi seimbang bagi bayi termasuk ibunya. Karena kesadaran masyarakat untuk pola hidup bersih dan sehat terlalu bergantung pada bantuan dari orang lain atau pemerintah. “Membuat septic tank saja kan menunggu bantuan pemerintah, padahal itu penting,” jelasnya.

Perlu kebijakan pemerintah yang lebih pro terhadap pola hidup masyarakat sehat. Termasuk dalam program pembangunan yang harus berwawasan kesehatan. “Misal pembangunan perumahan atau rumah warga sudah harus diwajibkan untuk membuat septic tank,” jelasnya.

IBI pun setiap tahun terus memberikan edukasi kepada masyarakat khususnya untuk kesehatan ibu hamil dan bayinya. Pihaknya juga berencana akan membuat program Kampung Remaja Tangguh (Kareta). “Jadi sasarannya kepada remaja yang memang sudah cukup umur untuk menikah,” katanya.

Terkait program penanganan dan pencegahan stunting, dia pun melihat mulai tahun ini akan menjadi lebih baik. Karena pelaksanaannya bukan hanya dilakukan Dinas Kesehatan saja.

“Sekarang kan melibatkan Dinsos, DPPKBP3A, Dinsos, Ketahanan Pangan dan dinas lainnya, jadi bareng-bareng,” ujarnya.

Sebelumnya, pandemi Covid-19 yang melanda Kota Tasikmalaya sejak awal tahun 2020, sedikit banyak menurunkan kualitas kesehatan anak. Tercatat ada sebanyak 7.731 anak di Kota Tasikmalaya menderita stunting akibat gizi buruk.

Jumlah tersebut mengalami peningkatan dari tahun 2019, di mana Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya mencatat ada 5.373 kasus anak stunting. Kondisi ini meliputi anak dari mulai baru lahir sampai usia lima tahun.

Angka tersebut tidak sesuai dengan apa yang ditargetkan oleh Dinas Kesehatan. Pasalnya, tahun 2020 ditargetkan angka stunting bisa diturunkan di bawah angka 5.000.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya, dr Uus Supangat mengakui bahwa penderita stunting mengalami peningkatan di tahun 2020. Sedikit banyak, pandemi menjadi salah satu faktor yang berpengaruh besar terhadap kesehatan masyarakat. “Karena program kesehatan terhambat baik secara teknis pelaksanaan, seperti posyandu sempat disetop dan pembinaan hanya bisa via daring,” ujarnya kepada Radar, belum lama ini.

Selain pandemi, ekonomi juga menjadi salah satu faktor munculnya kasus anak menderita stunting. Karena ekonomi rendah berpengaruh kepada sumber daya manusia (SDM) dan pemahaman masyarakat tentang pentingnya asupan gizi. “Tapi hanya menjadi salah satu faktor saja, bukan penyebab secara keseluruhan,” ujarnya menegaskan.

Untuk kelompok masyarakat ekonomi menengah ke atas pun, kata Uus, dia kerap mendapati kasus anak stunting. Ini bukti bahwa kasus kesejahteraan tidak menjamin kehidupan yang sehat. “Ada juga masyarakat ekonomi menengah ke atas yang sepertinya belum paham dan sadar pentingnya asupan gizi seimbang,” katanya.

Perlu diketahui, asupan gizi seimbang tidak harus makanan-makanan mahal. Sayur mayur yang biasa di jual di warung pun punya nilai gizi yang baik. “Tidak harus daging atau susu yang mahal, bisa tahu tempe dan susunya pakai susu kedelai,” tuturnya.

Tags :
Kategori :

Terkait