TASIK — Para tokoh ulama di Kota Tasikmalaya berharap aktivitas masyarakat berkaitan ibadah tidak terkesan dibatasi. Sebab ibadah sebagai salah satu bentuk ikhtiar spiritual dan meningkatkan imun mental manusia.
”Baiknya memang urusan ibadah itu tidaklah dihalang-halangi, karena ibadah itu juga sebagai bentuk ikhtiar spiritual bagi yang berkeyakinan menurut ajaran masing-masing. Ditambah bisa meningkatkan imun mental juga,” ujar Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Tasikmalaya KH Aminudin Busthomi SAg kepada Radar, Rabu (5/5/2021).
Kiai Amin yang juga Ketua Harian DKM Masjid Agung Kota Tasikmalaya itu membenarkan adanya wacana salat ied tingkat kota kembali ditiadakan.
Masjid Agung, kata dia, rencananya di hanya akan menggelar salat sunah Idul Fitri bagi warga sekitar area masjid saja. “Jadi seperti tahun lalu, yang salat sunah nanti hanya warga sekitar, sekup rukun tetangga saja,” kata dia.
Untuk itu, pihaknya masih menunggu rencana pengaturan dan ketentuan peniadaan salat ied tingkat Kota Tasikmalaya. Termasuk aktivitas masyarakat dan ibadah di waktu Lebaran. “Hari ini (6/5/2021) kami akan rapat secara daring membahas kaitan ini, kalau kemungkinannya seperti tahun kemarin, prokes diterapkan ketat, jemaahnya warga sekitar saja. Tapi mudah-mudahan ada perubahan,” jelasnya.
Tokoh ulama lainnya, Ustaz Maman Suratman memprediksi rencana peniadaan salat idul fitri tingkat kota, kemungkinan menuai banyak reaksi. Karena momen Idul Fitri bagi kaum muslim merupakan sesuatu yang agung.
“Pada konteks seperti ini, diharapkan pemerintah lebih bijak, tidak sekadar meniadakan salat ied tingkat kota tetapi ada solusi yang ditawarkan,” ujar Ustaz Maman.
Secara umum, kata dia, wacana peniadaan salat idul fitri tingkat kota perlu dipertimbangkan kembali. Ia menilai kebijakan tersebut merupakan langkah berlebihan dan ekstrem. Sebab, syariat Islam tidak memberatkan umatnya dalam menunaikan kewajiban yakni beribadah. “Ada solusinya, di tempat terbuka. Sunnah dalam agama kan dicontohkan rasullullah SAW ketika salat ied itu di lapangan, tempat terbuka,” kata dia.
“Nah ini bisa dijadikan momen sekaligus solusi supaya tidak menggulirkan kebijakan yang lagi-lagi akan menjadi polemik terutama bagi umat muslim. Dadaha kapasitasnya itu luas, bisa menjadi alternatif ketika di Masjid Agung perayaan tingkat kota tidak memungkinkan,” sambung Pimpinan Ponpes Ihya As Sunnah Paseh tersebut.
Ia khawatir adanya wacana peniadaan aktivitas peribadahan tingkat kota diberlakukan, menambah akumulasi kekecewaan umat. Di tengah kebijakan pusat melaksanakan pelarangan bagi warga yang hendak mudik ke kampung halaman.
“Sudah mudik dilarang, ada penyekatan dan pembatasan, tidak menutup kemungkinan wacana ini (peniadaan salat id tingkat kota, Red) bisa menjadi akumulasi kekecewaan umat muslim khususnya,” kata dia mengkhawatirkan.
Justru, lanjut Ustaz Maman, yang harus ditekankan pemerintah adalah kembali mengedukasi dan mengingatkan publik. Ketika saat ini pemerintah menetapkan zona merah, di sisi lain publik seolah acuh. Terbukti dengan banyaknya aktivitas keramaian yang terjadi di ruas-ruas jalan pusat kota. “Ingatkan kembali, prokes, dan hal-hal lainnya, bukan sesuatu yang sulit kok. Jangan sampai bentuk akumulasi kekecewaan umat terhadap pemerintah, jadi malah semakin nyinyir terhadap setiap kebijakan,” papar Ustaz Maman.
Ustaz Yanyan Albayani mengaku kurang sepakat jika pelaksanaan salat idul fitri tingkat kota ditiadakan. Sedangkan kerumunan di pusat perbelanjaan seolah dibiarkan. “Miris kalau salat idul fitri tingkat kota di Masjid Agung ditiadakan, hanya gara-gara Covid-19,” ujarnya.
Kategori :