INDIHIANG — Tingginya angka kasus penyakit, tidak lepas akibat kondisi lingkungan yang tidak sehat. Sebab masih banyak pemukiman dan wilayah di Kota Tasikmalaya yang kumuh serta belum memenuhi standar kesehatan.
Salah satu bersumber dari pengaruh sanitasi yang kurang aman, ditambah jamban warga yang tidak sesuai kaidah kesehatan lingkungan.
Mereka menyampaikan perlunya payung hukum yang mengatur secara eksplisit berkenaan sanitasi aman dan sehat.
Di samping secara administratif, standar kesehatan kota saat ini setiap daerah wajib memenuhi 100 persen open defecation free (kondisi ketika setiap individu dalam komunitas tidak buang air besar sembarangan).
“Maka kita sampaikan kembali penguatan supaya Perda Sanitasi segera terealisasi,” ucap Ketua Forum Kota Sehat, Dr Hj Atit Tajmiati, seusai audiensi di ruang rapat Badan Musyawarah DPRD Kota Tasikmalaya, Senin (3/5/2021).
Dia memaparkan akses jamban di Kota Tasikmalaya baru 60 persen yang terbilang sudah aman. Namun, faktual di lapangan, baru tiga kelurahan saja yang bisa dinyatakan ODF atau sekitar 5,9 persen dari luasan Kota Tasikmalaya.
“Sebetulnya sejak 2019 kita sudah sampaikan ke dewan. Hanya saja di tahun lalu terkendala Covid-19 dalam mendorong realisasi aturan ini,” ucapnya.
“Tidak bicara sehat itu jambannya bersih saja, tetapi saluran pembuangannya harus septic tank, dan 60 persen kita baru aman sampai tahapan tidak buang sembarangan seperti di kolam, kebun atau sawah, justru output pembuangannya yang masih perlu perbaikan,” analisis Atit.
Dia mengilustrasikan rangkaian daur ekologi di muka bumi tidak ada yang hilang. Berkaitan dengan rantai pembuangan hajat yang sudah membudaya di Indonesia. Ketika masyarakat masih membuang feses (tinja) ke kolam, kemudian dimakan ikan dan ikannya dikonsumsi kembali oleh manusia.
“Itu saja sudah tidak sehat, apalagi yang buang air di kebun, sawah dan lain-lain. Tentunya membuat tidak nyaman dan tidak sehat,” jelas dia.
“Maka urjensi perda ini sebagai perlindungan hukum dan dorongan bagi masyarakat dan semua pihak mencapai saniman atau sanitasi aman,” harap Atit.
”Maka wajar kalau suatu daerah masih begitu, angka DBD tinggi, diare tinggi, kematian ibu dan anak juga akan tinggi. Jangan berasumsi hal itu tidak berkaitan dengan kesehatan lingkungan, justru itu berpengaruh besar,” sambung praktisi kesehatan yang juga Ketua IBI Kota Tasikmalaya tersebut.
Dia berharap Ramadan tahun ini bisa mewujudkan salah satu doa dari para pegiat sanitasi, yang ingin lingkungan kota berangsur sehat. Supaya kualitas kehidupan masyarakat dari sisi kesehatan mencapai angka ideal, sebelum kian padat lagi pertumbuhan penduduk dan pemukimannya.
Merespons hal tersebut, Ketua Komisi IV DPRD Kota Tasikmalaya Dede Muharam mengamini harapan para pegiat kesehatan. Ia berkomitmen mendorong realisasi aturan tersebut segera terbit, sebagai komitmen pemangku kebijakan dan masyarakat mewujudkan kota yang sehat secara faktual.
Kategori :