Penyaluran BOP Keagamaan di Sukaraja Tasik Disoal Warga

Sabtu 24-04-2021,10:30 WIB
Reporter : syindi

SUKARAJA - Penggunaan Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) keagamaan di Kecamatan Sukaraja yang disalurkan di tengah pandemi Covid-19 disoal, karena dalam teknis penyalurannya diduga tidak profesional, Jumat (23/4/2021).

BOP ini dana bantuan yang bersumber dari Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Republik Indonesia (RI) tahun anggaran 2020 yang diperuntukkan bagi Madrasah Diniyah Takmiliyah (MDT) dan lembaga Pengembangan Tilawatil Quran (PTQ) di bawah Dewan Kemakmuran Masjid (DKM).

Ketua Organisasi Kepemudaan atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Kecamatan Tanjungjaya-Sukaraja Aep Saepudin mengatakan, dalam pengelolaan BOP ini terindikasi dikuasai oleh satu orang atau dalam hal ini salah satu pengurus PTQ di salah satu desa di Kecamatan Sukaraja.

“Kami mempertanyakan bagaimana dalam teknis pengelolaannya. Setelah dilakukan penelusuran ke sejumlah lembaga pendidikan keagamaan penerima bantuan, baik MDT maupun PTQ di bawah DKM di delapan desa di Kecamatan Sukaraja, diduga menyerahkan uang kepada seseorang,” ujarnya kepada Radar, Jumat (23/4/2021).

Menurutnya, para penerima bantuan BOP rata-rata mereka menyetorkan uang sebesar Rp 5,5 juta kepada seseorang dengan alasan untuk belanja peralatan pelindung diri (APD) untuk pencegahan Covid-19, seperti masker, thermogun infrared, hand sanitizer dan peralatan lainnya.

Dia mengungkapkan, saat pencairan BOP di salah satu bank negara sebesar Rp 10 juta, pada akhir tahun 2020, para penerima ini langsung setor ke seseorang yang menyatakan siap memenuhi kebutuhan alat pelindung diri termasuk buku. Dan penerima bantuan lainnya juga, melakukan penyetoran pada hari berikutnya.

“Dari pengakuan para penerima BOP itu, mereka tidak pernah mengurus belanja alat-alat pelindung diri, karena sudah diserahkan sepenuhnya kepada seseorang tersebut. Mengkaji berkas laporan masing-masing lembaga, ternyata seseorang tadi menggunakan tiga perusahaan penyedia barang berbeda yang berdomisili di luar Tasik. Yaitu Ciamis, Garut dan Kota Depok,” kata dia.

Menurutnya, dalam kasus yang menimpa hampir 80 lembaga ini, pihaknya tidak mempermasalahkan siapa pihak penyedia, namun pertanyaannya, bagaimana bisa harga barang untuk satu item yang sama dan jumlah yang sama, bisa bervariatif antara lembaga yang satu dengan lembaga lainnya.

“Ada keanehan ketika harga masker jenis scuba misalnya, bisa bervariatif. Di lembaga yang satu bisa Rp 8.000 dan untuk lembaga lainnya bisa kurang. Padahal harga jual masker scuba di pasaran paling tinggi Rp 5.000. Kami simpulkan sementara, rata-rata biaya belanja APD ini untuk satu MDT atau PTQ, kurang dari Rp 5,5 juta,” paparnya.

Baca juga : Pemdes Sukaraja Tasik Dapat Kuota 30 Rutilahu

Maka dari itu, ungkap dia, dengan ditemukannya indikasi dugaan praktek pembelanjaan BOP yang dinilai kurang profesional ini, meminta aparat penegak hukum untuk menelusuri dan mengusutnya hingga terang benderang.

Dia meminta, semuanya harus dapat dijelaskan kepada publik secara transparan agar dalam kasus ini tidak kemudian menimbulkan fitnah di tataran masyarakat. Bahkan kasus ini sudah dilaporkan ke Polsek Sukaraja.

“Kami sebagai sosial kontrol sekaligus masyarakat yang berkewajiban turut serta mengawal pembangunan secara tepat di masyarakat,” ujarnya, menambahkan.

Kanit Reskrim Polsek Sukaraja Aiptu Aceng menjelaskan hingga kini belum ada laporan khusus terkait dugaan kasus penyelewengan atau tidak profesionalnya penggunaan BOP bagi MDT dan PTQ di Kecamatan Sukaraja.

“Namun memang kami telah mengundang sejumlah pihak lembaga pendidikan keagamaan penerima BOP dan dimintai keterangan. Hal tersebut menyusul adanya informasi dari masyarakat terkait penggunaan BOP yang tidak jelas,” ujarnya.

Tags :
Kategori :

Terkait