INDIHIANG — Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) saat ini seolah masih menggambarkan gubuk reyot dari bahan kayu dan bambu. Padahal bangunan tembok pun tidak semuanya punya konstruksi yang layak huni.
Ketua Komisi IV DPRD Kota TasikAmaAlaya, Dede Muharam mengaku banyak mendapat keAluhAan dari maAsyarakat berkaitan RTLH. Tidak sedikit ruAmah gedongan yang sudah tua dan hamApir roboh. “Sering ada yang mengadu, jadi rumahnya temAbok tapi rentan roAboh,” ungkapnya keApada Radar, Rabu (21/4/2021).
Baca juga : PPTK Tol Cigatas Sudah Bertemu Pemkot Tasik, Yusuf: Pembebasan Lahan Dimulai
Tidak sedikit bangunan tembok yang sudah tua dan rentan roboh. Kondisinya tidak diperbaiki karena penghuninya pun berada di kalangan ekonomi menengah ke bawah.
“Karena punya rumah gedong bukan berarti kaya, ada juga kan yang memang rumah warisan sedangkan penghasilan penghuninya minim,” katanya.
Kejadian-kejadian tersebut menunjukkan bahwa meskipun terbuat dari tembok, bukan berarti sudah layak huni. ketika penghuninya warga kurang mampu tentu perlu diperhatikan oleh pemerintah. “Apalagi atap rumah gedong yang lapuk itu bisa dibilang lebih berbahaya ketika roboh,” jelasnya.
Hal ini terbukti dari beberapa kali bencana alam yang mengakibatkan rumah yang rusak. Bukan karena tertimpa pohon, melainkan material konstruksinya yang sudah lapuk. “Meskipun efek cuaca ekstrem, tapi rumah yang memang layak paling hanya retak-retak saja,” terangnya.
Hal ini sehubungan dengan indikator kemiskinan yang menurutnya belum bisa benar-benar dipastikan. Karena memiliki rumah, kendaraan dan barang elektronik tidak menjamin mereka warga mampu. “Jangan karena di rumahnya ada TV atau motor terus dianggap tidak miskin,” tuturnya.
Terpisah, Kasi Penanganan Bencana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Tasikmalaya Erik Yowanda mengatakan dari beberapa kerusakan rumah pada kejadian bencana memang tidak semua karena faktor cuaca atau tertimpa material berat seperti pohon. “Ada juga yang memang bangunannya tembok tapi sudah terbilang lapuk,” imbuhnya. (rga)