Menurutnya, perubahan pola interaksi dan pembentukan karakter tidak selalu mudah.
“Ini proses membentuk budaya baru. Saya yakin kurikulum SR sudah disiapkan untuk membangun karakter anak dan mengintervensi keluarga agar rantai kemiskinan bisa diputus,” tutur Viman.
Ia optimistis lulusan SR kelak tidak hanya terhindar dari putus sekolah, tetapi juga punya peluang masuk perguruan tinggi atau program lanjutan.
Sementara itu, Kepala SR Terintegrasi 41 Tasikmalaya, Heri Haerudin, menjelaskan bahwa alasan siswa kembali ke rumah bervariasi mulai dari kebutuhan keluarga hingga ketidakmampuan beradaptasi dengan kehidupan asrama.
BACA JUGA:Nasabah di Kota Tasikmalaya Jadi Korban Ganjal ATM, Pelaku Berpura-Pura Membantu
“Ada yang tidak betah, ada yang merasa terkekang. Namun setelah psikolog turun dua hari, beberapa bisa berubah dan kembali nyaman tinggal di asrama,” tambahnya.
Meski begitu, Heri mengakui ada siswa yang tetap memilih mengundurkan diri meskipun sudah dibantu dengan pendampingan intensif.
Ia menilai angka keluarnya siswa masih dalam batas normal untuk program yang sedang membangun kultur dan kedisiplinan baru.
Saat ini, SR Terintegrasi 41 menjadi satu-satunya Sekolah Rakyat di Kota Tasikmalaya, dari total 166 SR yang sudah berdiri di seluruh Indonesia.