TASIKMALAYA, RADARTASIK.COM – Sebelum matahari benar-benar menampakkan diri di langit Kota Tasikmalaya, langkah Wili sudah terdengar di tengah sejuknya rumput Stadion Wiradadaha.
Mesin pemotong rumput di tangannya berputar pelan, sementara tatapannya menyapu setiap jengkal lapangan hijau itu, tempat di mana ribuan kisah lahir dan pergi bersama suara peluit.
Bagi banyak orang, Stadion Wiradadaha hanyalah tempat pertandingan dan hiburan.
Tapi bagi Wili (39), penjaga rumput stadion, lapangan itu seperti rumah kedua.
Ia tahu kapan rumput mulai tumbuh subur, kapan menipis, bahkan kapan nyaris gundul akibat deru sepatu para pemain.
“Kalau bola masih bisa melambung normal, berarti lapangan masih layak,” ujarnya dengan senyum sederhana, tanpa banyak istilah teknis.
Wili bukan pesepak bola, bukan pula pejabat olahraga.
Namun dari tangannya, lapangan kebanggaan warga Kota Tasikmalaya itu tetap hijau, rapi, dan siap menampung setiap laga dan sorak-sorai penonton.
BACA JUGA:Warga Parigi Panik Ular Berbisa Masuk Rumah, Damkar Pangandaran Bergerak Cepat
Ia hafal ritme hidup rumput.
Dari tumbuh, terinjak, hingga tumbuh lagi.
Teguran kadang datang, entah karena rumput terlalu tinggi, terlalu kusam, atau terlalu lembek usai hujan.
Tapi semua diterimanya dengan sabar.
BACA JUGA:45 Ribu Sumur Minyak Akan Dikelola Masyarakat, Rakyat Jadi Tuan di Negeri Sendiri!