TASIKMALAYA, RADARTASIK.COM – Usia senja biasanya menjadi waktu untuk bercengkerama bersama keluarga di rumah yang hangat.
Namun, tidak demikian bagi Mak Elem (90), warga Kampung Ujung Sari, Kelurahan Cipedes, Kota Tasikmalaya.
Selama sepuluh tahun terakhir, perempuan lanjut usia (Lansia) ini menjalani hidup di sebuah rumah mungil berukuran 2x3 meter.
Bukan rumah layak huni, melainkan bilik reyot yang rapuh, dengan dinding bolong, atap bocor, dan tiang miring.
BACA JUGA:Jembatan Gantung Sukamenak Tasikmalaya Diharapkan Dongkrak Ekonomi Warga Perbatasan, Tapi ...
Tempat yang lebih pantas disebut gubuk derita.
Rabu 20 Agustus 2025 sore, Mak Elem tampak berjalan pelan keluar dari kamarnya.
Tubuhnya ringkih, asam urat kerap kambuh, membuat setiap langkah terasa berat.
Dari luar, rumah yang ia huni tampak seakan hampir roboh.
BACA JUGA:Bertaruh Nyawa di Jalan Leuwi Eretan Tasikmalaya, Satu-Satunya Akses Warga Nagrog ke Jalan Utama
“Abdi tos teu gaduh naon-naon deui, ngan ukur ieu bumi. Sanaos reyot, ieu tetep imah kanggo abdi jeung budak,” tuturnya lirih dalam bahasa Sunda yang terbata.
Elem tidak sendiri. Ia tinggal bersama anaknya, Jua (70), yang tunanetra dan menderita sakit jantung.
Keduanya tidak memiliki penghasilan tetap, hanya bergantung pada uluran tangan tetangga.
Ada yang sesekali datang membawa beras, lauk sederhana, atau kayu bakar agar dapur mereka tetap mengepulkan asap, meski hanya untuk merebus air.
BACA JUGA:Perusahaan Beli BBM dari Penyedia Tidak Resmi, Ancaman Pidana Menanti