
“Kabayan! Kabayan! Kamu di mana!” teriak Abah.
Tapi tidak ada sahutan. Dia mengulang lagi memanggil. Juga tidak kunjung menantunya menjawab.
Abah mulai risau. Dia terus mengitari kebun sampai akhirnya melihat karung tempat kacang koro di bawah rumpun pohon pisang.
“Ampuuuun Kabayan. Kerjaan tidak tuntas. Karung isi kacang dibiarkan saja. Kalau ada yang bawa bagaimana. Dasar menantu malas,” teriak Abah melepas rasa dongkolnya.
Dia mendekati karung. Karena diliput marah, Abah langsung mengangkat karung dan memanggulnya dibawa ke rumah.
Dalam perjalanan Abah sempat merasakan kok karung kacang berat juga. Tapi itu tadi karena emosi ke Kabayan yang dianggapnya membiarkan kacang di karung itu, Abah jadi tidak teliti.
Dalam pikirnya saat itu ingin segera sampai di rumah. Harus segera ke air menunaikan sholat Dzuhur lalu makan siang dan istirahat.
Kabayan dari awal Abah teriak saat menyusul ke kebun, sudah bangun. Tapi dasar Kabayan usil. Dia sengaja tidak menyahut.
Tapi waktu tahu karung isi dirinya diangkat Abah, Kabayan sempat kaget setengah mati. Tapi dia memilih diam karena muncul otak jail berikutnya.
“Kapan lagi ngerjain mertua bawel,” bisiknya sambil menahan senyum.
Tiba di rumah Ambu dan Nyi Iteung terlihat menunggu.
Abah karena merasakan karung Begitu berat langsung menurunkannya sekaligus. “Blug!”
Bersamaan karung diturunkan,”Aduuuuuh!”
Terdengar suara jeritan. Abah, Ambu dan Nyi Iteung kaget. Melongo menatap karung yang bergerak-gerak lalu muncul kepala Kabayan.
“Akaaaaaaang!” teriak Nyi Iteung.
“Borokokok siah!” teriak Abah dan Ambu serempak dengan wajah super sewot.