Johannes Kitono
Tidak perlu dipermasalahkan siapa yang mengusulkan RUU Omnibus Law tsb. Kalau isinya memang bagus dan bermanfaat bagi rakyat banyak diterima saja. Tentu bukan segelintir rakyat di IDI, yang tega dan dengan kecam pecat DR Terawan. Menjadi seorang dokter itu perlu investasi waktu dan biaya mahal. Apalagi dokter spesialis yang belajar ke LN dengan usaha/ biaya sendiri. Mau ambil spesialis di Indonesia, selain otak pintar, perlu biaya dan harus ada koneksi. Aneh, setelah lulus dan pulang ke Indonesia justru dihalangi oleh senior sendiri. Mereka takut bersaing dan kehilangan piring mangkoknya. Menkes Budi Gunadi Sadikin menyadari masalah ini dan memberi angin segar. Mulai November dokter spesialis LN dihimbau balik Indonesia dengan insentif extra 7 - 24 juta dan boleh praktek didaerah. Seharusnya IDI dipimpin oleh CEO yang tidak berafiliasi dengan bisnis RS dan partai politik. Buktinya Budi Gunadi Sadikin yang Menkes dan non dokter tapi ok. Kalau RUU Omnilaw tsb. ditolak, jangan harap pembangunan Mayo Klinik di Bali akan jadi kenyataan. Nanti Pidato 17 Agustus 2023 Presiden akan mengulang topik yang sama. Setiap tahun pasien Indonesia menghabiskan 150 T ke RS di Timberland, Borneo, Penang dan Bumrungrad. Silahkan tebak ini salah siapa?
Leong putu
Bola di lempar bola disepak / Sarat taktik juga stategi / Gimana kabarnya mbah koplak? / Si Jabrik ke mana dia pergi? / ... #ColekMbah Mars.
Mirza Mirwan
Pagi-pagi badan sudah berpeluh / Gegara mendaki ke Pura Uluwatu / Hati-hati kalau bertemu dengan Ni Luh / Boleh jadi itu istrinya Bung Putu / ..... Pantun maksa.
Mirza Mirwan
Omnibus itu kata yang dipungut mentah-mentahan dari bahasa Latin. Artinya: untuk semua. Jadi istilah Omnibus Law (kenapa bukan omnibus lex, ya!) itu maksudnya satu UU untuk semua. Di negara lain, Omnibus Law biasanya untuk mengamandemen sekaligus beberapa UU dan mengumpulkannya menjadi satu. Di Indonesia sudah ada contohnya, Ômnibus Law Cipta Karya. Tentang Omnibus Law Kesehatan, nantinya juga mengamandemen beberapa UU tentang profesi dokter, perawat, bidan, dan lainnya yang terkait kesehatan. Tetapi, nah ini, baik dari pihak pemerintah d.h.i. menteri kesehatan, maupun dari pihak DPR d.h.i. Wakil Ketua Komisi IX, Charles Honoris, sampai sekarang belum ada draft resmi Omnibus Law Kesehatan itu. Yang ada baru naskah akademis di Balegnas. Dari naskah akademis itu sekiranya oke, barulah disusun draft Omnibus Law Kesehatan yang resmi. Karena saya belum membaca draft yang dimaksud Pak DI, saya tak bisa mengomentarinya. Tetapi saya merasa heran saja, RUU-nya belum ada kok ikatan dokter, dokter gigi, perawat, dan bidan, sudah ramai-ramai protes.
Leong putu
Ke Surabaya naik Helikopter / Ke Tanjung Perak lewat jalan tol / Cita-cita saya ingin jadi dokter / Apalah daya otak isinya urusan "pentol" / ... 365_mantun "Pentol". Coba tebak, apakah "Pentol" itu ?
Jimmy Marta
Masuk tol pake oto/ Siapin uang diluar kantong/ Jika pentol bukan bakso/ Mungkin bang giman yg pembohong.
Fiona Handoko
bung mirza. gaya tulisan bung sdh seperti bpk dahlan. mantap di kalimat terakhir. "senyum xi seperti senyum pak harto dulu"
Jimmy Marta
Diantara pembaca maupun komentator pasti ada yg tahu "uji publik" model begini. Saya gk tahu apa istilah yg tepat untuk gaya sosialisasi spt ini. Tes air?. Cek ombak?... Kalau abah pasti dah tahu sumber RUU ini. Coba cermati, kan gk ada keluar kalimat sakti 'anda sudah tahu'. Itu artinya abah tahu, anda belum tahu...hehe. Bukan nuduh bah, cuma menduga. Sebuah kajian akademis untuk bahan RUU biasanya memang harus ada uji publiknya. Biasanya dibuat semacam forum resmi. Seminar, minta pendapat, forum group discussion atau sejenisnya. Dg mendatangkan ahli dengan peserta dari stakeholder terkait. Perlakuan yg baik terhadap hasil uji publik adalah untuk perbaikan dan penyempurnaan teks dan isi rancangan. Namun yg terbaik adalah melibatkan pihak terkait dalam penyusunannya dari awal. Akan banyak yg protes jk tiba2 disahkan di malam gelap. Akan penuh tanya jika baru berumur 9 bulan mau di revisi.