JAKARTA,RADARTASIK.COM – Kasus gagal ginjal akut yang cukup menghebohkan publik dalam beberapa bulan ke belakang akhirnya mulai menemukan ujungnya setelah 2 perusahaan ditetapkan jadi tersangka oleh Bareskrim Polri.
Inisial nama-nama dua perusahaan yang ditetapkan sebagai tersangka tersebut yakni PT A dan CV SC. Kedua perusahaan tersebut diduga melakukan tindak pidana memproduksi obat atau mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar dan atau persyaratan keamanan, khasiat/kemanfaatan dan mutu. Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan, penetapan tersangka kedua korporasi ini usai penyidik melakukan serangkain penyidikan dan pemeriksaan terhadap 41 orang saksi, termasuk saksi ahli. BACA JUGA: Sah! Sudah Resmi Harga BBM Turun, Ini Daftar Harga BBM Hari Ini 17 November 2022, Ayo Cek Harga Pertalite BACA JUGA: Hore, Upah Minimum Naik 2023, Berikut Ini Daftar UMK di Jawa Barat Tahun 2022, Segera Cek di Sini "31 orang saksi dan 10 ahli," kata Irjen Dedi dalam keterangan tertulisnya, Kamis 17 November 2022. Irjen Dedi menjelaskan, dalam kaitan kasus gagal ginjal akut modus PT A yakni dengan sengaja tidak melakukan pengujian bahan tambahan PG yang ternyata mengandung EG dan DEG melebihi ambang batas. "PT A hanya menyalin data yang diberikan oleh supplier tanpa dilakukan pengujian dan quality control untuk memastikan bahan tersebut dapat digunakan untuk produksi," bebernya. Lebih lanjut Dedi mengatakan, PT A diduga mendapatkan bahan baku tambahan tersebut dari CV SC, dimana setelah dilakukan kerjasama dengan BPOM, di lokasi CV SC ditemukan sebanyak 42 drum propylen glycol (PG) yang setelah dilakukan uji lab oleh Puslabfor Polri mengandung ethylen glycol (EG) yang melebihi ambang batas. BACA JUGA: Resmi, Asus Luncurkan Zenfone 9 di Pasar Indonesia, Ini Spesifikasi dan HarganyaBACA JUGA: Buana Royale Residence Tasikmalaya Buka Lowongan Kerja untuk Minimal Lulusan SMA
"Barang bukti yang diamankan yakni sejumlah obat sediaan farmasi, yang diproduksi oleh PT A, berbagai dokumen termasuk PO (purcashing order) dan DO (delivery order) PT A, hasil uji lab terhadap sampel obat produksi PT A dan 42 drum PG yang diduga mengandung EG dan DEG, yang ditemukan di CV. SC," ungkapnya. Atas perbuatan tersebut, kata Dedi untuk PT A selaku korporasi disangkakan Pasal 196 Jo Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) Jo Pasal 201 ayat (1) dan/atau ayat (2) Undang-Undang RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan Pasal 62 ayat (1) Jo Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang RI No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara dan denda paling banyak Rp2 miliar. Sedangkan untuk CV SC disangkakan Pasal 196 Jo Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dan/atau Pasal 60 angka 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Perubahan Atas Pasal 197 Jo Pasal 106 Jo Pasal 201 ayat (1) dan/atau ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Pasal 62 Jo Pasal 8 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Jo pasal 55 dan/atau pasal 56 KUHP dengan ancaman 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp 2 miliar. BACA JUGA: Alhamdulillah, Ada Penerbangan Baru dari Jakarta Langsung ke Madinah untuk Umrah di 2023 Adapun rencana tindak lanjut penyidik yakni melakukan pendalaman terhadap kemungkinan adanya dugaan supplier lain PG yang memenuhi standar mutu untuk pembuatan obat ke PT. A dan melakukan pemeriksaan saksi dan ahli, serta melakukan analisa dokumen yang ditemukan. "Kemudian melengkapi berkas perkara dan melimpahkan ke JPU," pungkasnya.