Karena Abah menyebut tragedi ini hanya kalah jumlah korbannya dg tragedi di Peru th 64. Sy cari beritanya. Dan ternyata. Tragedi d Peru 58 tahun lalu itu memiliki kemiripan dg tragedi Kanjuruhan ini. Sama2 berawal dr aparat yg menghajar suporter yg masuk ke lapangan dg brutal. Kemudian penonton lain emosi. Aparat menembakkan gas air mata. Kacau balau. Mirip sekali. Tpharusnyayg d Kanjuruhan ini tdk perlu terjadi. Th. 64 itu begitu kuno d banding th. 2022. Masak iya kekonyolansekuno itu masih d lakukan aparat semodern sekarang?
Liam Then
Ada adengan film scifi yang saya pernah tonton terkait "jika" atas pilihan manusia. Di dunia multiverse, yang dipercaya oleh satu cabang ilmu fisika. Jika cabang pemikiran ilmu fisika ini benar adanya. Akan ada bagian dunia, yang mana satu penonton itu yang memulai turun ke lapangan memilih untuk pulang bersama teman, mampir ke warung sate. Makan bersama kemudian pulang. Semuanya pulang, aman. Ada juga bagian multiverse, dimana penonton turun, dirangkul petugas, tidak dipukul dan di pentungi, tapi dibisiki. "Pulang,ditunggu bapak ibu dirumah, minggu depan bola ada lagi, kalah menang biasa.Liverpool saja bisa kalah sama Sotong ( Southhampton)" Akan ada banyak bagian multiverse, dimana semua terjadi oleh peluang yang di ciptakan oleh kehendak bebas manusia.
yea aina
Mungkin saja multiverse yang sempat berlangsung: penonton yg sudah bisa menerobos pagar stadion ke lapangan hijau hanya ini merangkul penjaga gawang tim Arema, sambil berbisik "aksi penyelamatan gawangmu hebat, saya Arema belum men.....". Belum menyelesaikan ucapannya, dia mengalami pukulan benda keras entah di punggung ataupun kepala bagian belakang. Siapa yang tahu?
Tunk BM
POLRES Malang sudah meminta pertandingan itu digeser ke sore hari. Pukul 15.30. Jangan malam hari, pukul 20.00. Benar, namun akhirnya perhelatan tetap digelar, artinya tetap mendapatkan izin dari Polres, bahkan mendapatkan pengamanan resmi dari Polres. Bukankah tanpa izin Polres, pertandingan bola tersebut tidak bisa dilaksanakan?
MirzaMirwan
Lepas Isya tadi malam saya sudah menulis di komentar CHD edisi Cari Cinta, bahwa dalam tragedi Kanjuruhan ini yang salah adalah PT LIB, Panpel, dan polisi. Kalau polisi tidak tahu Pedoman Pengamanan Stadion yang dikeluarkan oleh FIFA, bisa dimaklumi. Tetapi PT LIB dan Panpel (Arema FC) pastinya tahu, dan wajib memberitahukan kepada polisi bahwa senjata api dan semua jenis gas airmata dilarang digunakan untuk mengatasi kerusuhan penonton dalam stadion. Polisi tidak tahu aturan itu, wajar. Tetapi yang tidak wajar ialah kenapa polisi harus mengarahkan gas airmata ke arah penonton yang duduk manis di tribune? Justru karena efek gas airmata itulah yang menimbulkan kekacauan. Dan akibatnya korban berjatuhan. Jumlah korban tewas, versi resmi 125. Versi lain antara 130-182. Sangat disayangkan.
MirzaMirwan
10 Kerusuhan di stadion yang paling banyak makan korban jiwa (belum termasuk di stadion Kanjuruhan) 10) Valley Parade, Bradford, UK, 1985, saat laga Bradgord City vs Leicester City. Korban tewas 56 jiwa. 9) Ibrox, Glasgow, UK, 1971, laga Rangers vs Celtic. Tewas 66 jiwa. 8) LuzhnikiMoskow, Rusia, 1982, laga Spartak Moskow vs HFC Haarlem. Tewas 66 jiwa. 7) Estadio Monumental, Argentina, 1968, laga River Plate vs Boca Juniors. Tewas 71 jiwa. 6) Port Said, Mesir, 2012, laga Al-Masry vs Al-Ahly. Tewas 79. 5) EstadioDoroteoGuamuch Flores, Guatemala, 1996, laga Guatemsla vs Costa Rica. Tewas 80 jiwa. 4) Dasharath Stadium, Kathmandu, Nepal, 1988, laga Janakpur Cigarette Ltd vs Liberation Army. Tewas 93 jiwa. 3) Hillsborough Sheffield, 1989, laga Liverpool vs Nothingham Forest. Tewas 96 jiwa. 2) Accra Sports Stadium, Ghana, 2001, laga Heart of Oak vs Kotoko. Tewas 126 jiwa. 1) EstadioNacional, Lima, Peru, 1964, laga Peru vs Argentina. Tewas 328 jiwa.
Juve Zhang
ada saran jitu yg bisa PSSI terapkan yaitu setiap bertanding di kandang lawan, gawang tim tamu kekiri dilebarkan 15,7 cm, ke kanan dilebarkan 14,6 cm, ke atas naikan 13,8 cm, itu aturan "subsidi" buat supporter yg sangat kecewa jika tuan rumah kalah. Jika sudah " disubsidi" masih juga kalah , ya supporter harus besar hati, bahwa lawan memang main bagus. Subsidi pembengkakan ukuran gawang semoga dapat "memuaskan" ingin menang terus. Gak mau kalah.
arif surya
Kenapa semua ditimpakan ke petugas, petugas juga lebih lelah dari suporter, mereka dtg lebih dulu daei suporter, niat kerja pula bukan senang senang kyk suporter yg seharusnya. Kenapa pula yg katanya liga profesional tapi pengamanannya harus penegak hukum dgn segala sop penindakan massanya yg bisa berantakan saat lelah dan emosi berlebihan. Lihat liga inggris, atau eropa lainnya. Polisi cuma assesor, pengaman dari panpel. Aparat jelas salah. Tindakan pengamanan yg dilakukan malah menimbulkan korban, tapi yg paling bersalah itu panpel, lib dan pssi, bgakunya profesional, tapi tata kelola kompetisi kyk kaki lima
Kang Sabarikhlas