Siapa Membunuh Putri (20) - Jangan Mengadu Domba

Kamis 22-09-2022,05:30 WIB

Sementara koran lain memberitakan rencana putusan sela sidang kasus pembunuhan Putri. Kami juga memberitakan kelanjutan kasus Putri. Kami menulis khusus tentang TKP, rumah AKBP Pintor, dan Putri. 

Rumah itu tergolong mewah dan elite di Borgam. Tertutup dengan satu gerbang keluar masuk yang dijaga sekuriti 24 jam. Kami kumpulkan fakta dari beberapa orang, sekuriti, tukang kebun, petugas sampah, tukang sayur yang buka lapak di ujung kompleks. Kami melacak CCTV. Kata petugas sekuriti, rekamannya disita petugas polisi sebelum tersiar kabar Putri menghilang. Mencurigakan. Di mana rekaman itu? 

Beberapa wartawan televisi nasional dan koran Jakarta menghubungiku, beberapa datang ke kantor meminta foto. Saya berikan foto yang belum kami pakai. Saya minta mereka tak usah menyebut sumber fotonya dari kami. Tulis saja nama fotografer mereka sendiri. Ini cara saya berbagi risiko. 

Naluri saya mengendus ini berita akan jadi isu nasional. Semakin lekas diberitakan media nasional, semakin aman bagi kami. Para wartawan media Jakarta itu juga ramai-ramai mengonfirmasi ke Bea Cukai. Jawabannya sama: mereka tidak tahu dan akan mengusutnya. Saya mengikutinya di siaran berita televisi siang. Hampir semua televisi nasional menyiarkannya. 

”Bang, Pak Kapolres marah-marah. Ini dia sedang gelar jumpa pers,” kata Ferdy menelepon dari Mapolresta. 

”Kok jumpa pers? Kok marah-marah?” tanyaku.

”Itu ternyata mobil yang dikirim Kapolresta ke untuk Mabes,” kata Ferdy.

”Buat apa mobil sebanyak itu?”

”Betul, Bang. Ratusan. Tapi tadi tak jelas juga disebut berapa jumlahnya. Katanya itu buat parade di HUT Polri tahun ini. Bukan bodong, katanya. Seperti yang kita tulis itu. Tapi legal dan dapat pembebasan bea masuk.”

”Kok Bea Cukai bilang tak tahu? Kok diangkut malam-malam, mencurigakan gitu?”

”Itu tadi saya tanya, Bang. Langsung dimarahi saya. Hahahaha… Katanya, kamu dari Dinamika Kota ya? Jangan mengadu domba Kepolisian dengan Bea Cukai,” kata Ferdy menirukan kata-kata Kapolresta. Saya menyuruhnya lekas kembali ke kantor. 

Bang Eel datang. Di meja tamu dia empaskan koran. Wajahnya tegang. Pasti ada yang dia cemaskan. Pasti ada yang membuatnya kesal. Tapi apa? Soal headline itu? Dia tahu, semalam ia ikut menentukan.

”Kenapa, Bang?” tanyaku.

”Kapolresta mau ke sini,” katanya. (*)

Kategori :