Catatan Makcomblang

Senin 29-08-2022,05:30 WIB

Pesawat itu berangkat dari Taiwan Taoyuan International Airport (boleh disebut Taipei) di pagi hari. Tiba di Jakarta sore. Selama di Jakarta semua awak tidak keluar dari pesawat. Sorenya langsung bertugas kembali melayani penumpang dari Jakarta ke Taipei. Berarti seharian penuh,14 jam, mereka tinggal di pesawat. Letih, sudah pasti. Tapi tetap ramah dan senyum. Kelihatan dari matanya. Xie xie, xiao jie.

Begitu di ujung garbarata, rombongan dari Everyday Mandarin, para mahasiswa, langsung disergap berbagai prosedur keimigrasian dan kesehatan.

Semua orang yang tiba dari luar Taiwan masih wajib mengikuti aturan masa karantina: 3 hari ditambah 4 hari. 

Artinya 3 hari pertama benar-benar diisolasi. Tidak boleh keluar kamar karantina. Dan 4 hari berikutnya sudah agak longgar tapi tidak boleh ke tempat keramaian. 

Di hari ke-4, pagi hari, wajib tes antigen. Dilakukan sendiri. Itu jika Anda ingin keluar kamar. Dua perangkat tes antigen diberikan gratis saat di bandara.

Setelah penumpang melewati petugas imigrasi kedatangan, visa dicap. Lolos. Artinya 100 persen boleh masuk ke Taiwan. Tinggal ambil bagasi. 

Memang, setelah ambil bagasi itu masih harus tes PCR. Tapi tidak pakai colok hidung. Tes PCR-nya beda. Namanya PCR Saliva. Hanya dengan air liur. Kita cukup meludah –bisa dilakukan semua orang dewasa dan anak-anak yang sehat– di wadah plastik kecil. 

Anda bisa keluar dari bandara tanpa menunggu hasil tes PCR itu. Itu hanya untuk catatan petugas. Toh kalau hasilnya positif petugas sudah tahu alamat dan nomor telepon Anda.

Tes PCR selesai. Anda bisa langsung antre taksi. Antrenya rapi. Ada juga anggota rombongan yang antre mencong-mencong khas Indonesia. Mereka ditegur petugas bandara.

Untuk naik taksi maksimal 2 orang per taxi. Boleh 3 orang jika ada anak di bawah umur. Kursi sebelah sopir taksi dilarang diduduki. Jaga jarak, alasannya. Ternyata beda dengan aturan di pesawat.

Taksi meluncur hingga tiba di Taipei. Ke apartemen keluarga saya. Persis di tengah kota Taipei. Sepelemparan batu dari stasiun MRT Shandao Temple. Bahkan saya bisa melihat atap stasiunnya dari balkon apartemen. 

Rombongan pelajar yang saya bawa wajib tinggal di hotel karantina. Hotel yang harus terdaftar di pemerintah. Pelajar yang tiba di Taiwan tidak boleh tinggal di rumah keluarga atau teman.

Karantina total ini selama 3 hari. Untungnya saya tetap bisa bekerja, WFA (Work from Apartment, Anywhere). 

Tiap pagi kita ditelepon oleh Pusat Komando Epidemi Taiwan (CECC). Itu telepon mesin. Bunyinya ”Tekan 1 jika Anda sehat. Tekan 2 jika kurang sehat”. 

Kategori :