KOTA TASIK - Yudhie (Yudi) Rhisnandi, advokat ternama warga Kota Tasikmalaya yang melanglang buana di dunia hukum dan keadilan ibukota negara, kini mengabdikan diri di tanah kelahirannya.
Yudi dan Rekan resmi hadir di Kota Tasikmalaya, dan kantor cabangnya berada di pinggir Makodim 0612/Tasikmalaya Jalan Otista.
Dalam peresmiannya, dihadiri Kombes Akik Subki SH, pensiunan Polda Jatim yang juga advokat dari Kediri, Sekretaris MUI, KH Aminudin Bustomi, Ketua KONI, H Arip Surahman, Tokoh Otomotif, Yono Kusyono, Ketua DPC PPP, Zenzen Jaenudin, Asep Sepadan dan lain sebagainya.
Yudhie, warga asli kelahiran Gunung Ceuri, Paseh, Kecamatan Cihideung ini mengaku bangga bisa mengabdikan diri di tanah kelahirannya, Kota Tasikmalaya, setelah lama malang melintang di ibukota negara, Jakarta.
"Tujuan saya membuka kantor di sini, selain mengembangkan sayap juga ada idealisme untuk berbakti di kampung halaman. Selain memberikan pencerahan tentang hukum," ujarnya kepada radartasik.com.
Terang dia, berbagai kasus yang muncul selama masa pandemi Covid-19 ini secara umum sama saja dan tidak didominasi kasus hukum tertentu.
Namun, cerita dia, pengalaman unik menjadi advokat yang pernah dialaminya adalah ketika menangani kasus pembunuhan dukun-dukun santet di daerah Kabupaten Tasikmalaya.
"Pengalaman unik itu pertama terjun jadi pengacara ketika menangani kasus pembunuhan dukun santet di daerah Cikatomas ke sana," terangnya.
"Dalam kasus itu korbannya banyak. Puluhan orang yang jadi korbannya. Terdakwanya ratusan orang. Waktu itu saya dibayar dengan ayam, kelapa dan lain sebagainya. Saya sempat mengalami itu," sambungnya.
Namun, tambah dia, dirinya senang dan bahagia menyelesaikan kasus tersebut karena punya rasa tanggung jawab yang besar dengan profesi ini.
Apalagi, dewasa ini profesi pengacara banyak yang menganggap miring. Padahal, setiap profesi itu ada oknumnya dan tak bisa disamaratakan.
"Pasti semua ada oknumnya. Tapi saya tak menyalahkan yang menuding seperti itu 100 persen. Atau menilai bahwa pengacara itu membela yang bayar dalam konotasi negatif," tambahnya.
Padahal, jelas dia, banyak pengacara yang punya idealisme dan integritas tinggi. Membela yang bayar itu dalam konotasi positif.
"Yaitu membela hak hukumnya, bukan perbuatannya yang salah dibela. Hak hukumnya dibela itu supaya keadilan bisa tercapai," jelasnya.
(rezza rizaldi)