Oleh: Dahlan Iskan
ADA seorang peneliti yang tidak mau ikut "gugat-menggugat". Ia selalu mengikuti Disway. Termasuk edisi Mikra Gugat Kamis lalu.
Ia juga tidak mau hanya berwacana. Setelah merasa ''tidak dipakai'' ia pilih langsung berbuat sendiri: mendirikan lembaga penelitian sendiri. Mandiri. Tidak terikat lembaga apa pun: Prof. Dr. Chairul Anwar Nidom.
Nama lembaga penelitian yang ia dirikan: Profesor Nidom Foundation (PNF). Lokasinya di kampung halamannya, Surabaya.
Peneliti muda banyak bergabung di PNF. Kini staf penelitinya sudah 19 orang. Ada yang sudah S2 dan S3. Sudah pula mampu bekerja sama dengan luar negeri: Swiss, Jepang, dan Amerika Serikat.
"Memang belum banyak yang kami hasilkan, tapi Insya Allah dengan semangat peneliti milenial akan bisa maju," ujar Prof Nidom. Salah satu peneliti di PNF akhir bulan ini ujian terbuka S3.
Hasil penelitiannya mengejutkan: Virus Covid bisa hidup dalam ikan zebra.
Ups... Itu penemuan yang sangat penting. Baru. Orisinal.
Ikan zebra adalah ikan air tawar yang suka dipelihara di akuarium. Biasa juga disebut ikan Zebra Danio. Itu ikan Asia Selatan atau ikan tropis. Masih bisa hidup di iklim subtropis.
Tapi, apa guna penelitian seperti itu? Bergunakah bagi masyarakat?
"Sangat penting. Kita bisa menyiapkan seed vaksin Covid 19 melalui pengembangan ikan zebra," ujar Prof Nidom. "Lembaga kami akan mengembangkannya," tegasnya.
Penemuan ini lebih relevan lagi untuk Indonesia. "Ini akan menjadi vaksin yang paling halal. Dari ikan air tawar," ujar Prof Nidom.
Prof Nidom adalah dokter hewan lulusan Universitas Airlangga Surabaya. Doktornya di Tokyo dan Airlangga. Guru besarnya juga di Airlangga. Ia juga dosen di situ. Awalnya. Lalu terjadilah ketidakcocokan antara rektor Unair di masa nan lalu dengan Nidom.
Nidom pun mufaraqah.