INDIHIANG — Ketua Komisi IV DPRD Kota Tasikmalaya Dede Muharam mengakui terjadinya anomali di tengah gegap gempita pembangunan infrastruktur, laju usaha sebagian masyarakat dengan kondisi kemiskinan yang ada secara faktual maupun berdasarkan data.
Menurut Dede, di tahun 2021 pos belanja untuk perlindungan sosial tidak mengalami peningkatan atau perubahan dari pola penganggaran tahun-tahun sebelumnya.
Politisi PKS itu menilai intervensi pemerintah dalam upaya menangani persoalan kemiskinan, bisa terlihat dari pola penganggaran belanja berkaitan sosial dan pemberdayaan. Namun, apabila berkaca dari penganggaran selama tiga tahun terakhir, diakui belum begitu berpihak terhadap warga kecil.
“Bahkan di awal tahun ini, anggaran kesehatan warga miskin kan sempat tertutup melalui Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM). Akhirnya ada solusi setelah itu mencuat,” cerita Dede.
Dia menuturkan sudah berulangkali menyampaikan supaya eksekutif konsen terkait persoalan sosial yang diantaranya kemiskinan. Melihat rapor merah secara kumulatif dari seluruh daerah se-Jawa Barat, Kota Resik masih berada di urutan fantastis dibanding daerah lain.
“Nah kemarin pun dalam diskusi Kepala Bappelitbangda tidak bisa membantah, bahwa intervensi pemerintah selama ini kan belum terasa,” tuturnya.
Dede mencontohkan belanja perlindungan sosial yang dialokasikan di Dinas Sosial Kota Tasikmalaya saja, di tahun ini hanya sekitar Rp 2 miliar. Itu pun tidak khusus menangani si miskin, melainkan inklud dengan persoalan kesejahteraan sosial lainnya, seperti disabilitas, dan lain sebagainya.
“Jadi urusan si miskin ini paling minim anggarannya, dibanding kebutuhan fisik atau infrastruktur lain,” ujarnya.
“Jelas tidak mungkin kemiskinan terselesaikan dengan baik, ketika postur APBD hanya konsentrasi ke fisik. Hemat saya, analisa ini bisa menjadi input logis, membangun pola kebijakan anggaran Pemkot semakin berpihak terhadap warga kecil, dan dikonsentrasikan penuntasan kemiskinan,” tambah Dede.
“Apalagi dampak Covid-19 kemarin, ini berkontribusi besar menyumbang penambahan angka kemiskinan dan pengangguran di data BPS. Belum dari data faktual di lapangan, bisa lebih dari itu,” sambung dia.
Terpisah, Pegiat diskusi Warkop Tasik Yusran Arifin menuturkan hasil diskusi yang digelarnya bersama sejumlah tokoh pemerhati, akan dituangkan dalam bentuk rekomendasi terhadap eksekutif dan legislatif.
Supaya bisa menjadi salah satu bahan pertimbangan dalam menggulirkan kebijakan, terutama soal pengentasan kemiskinan.
Ia berharap dalam dua tahun ke depan ada perubahan signifikan, terkait Kota Tasikmalaya yang menempati ranking tiga besar urusan kemiskinan.
“Hasil diskusi ini kita akan susun dan sampaikan sebagai rekomendasi, masukan bagi pemangku kebijakan,” katanya.
Ketika sejumlah rekomendasi dan usulan yang disampaikan ditindaklanjuti melalui program yang jelas dan sesuai harapan bersama.
Kategori :