Belajar Tatap Muka di Kota Banjar Harus Ditinjau Ulang

Sabtu 13-03-2021,14:00 WIB
Reporter : syindi
Belajar Tatap Muka di Kota Banjar Harus Ditinjau Ulang

BANJAR — Anggota Dewan Pendidikan Provinsi Jawa Barat H Dudu Nurzaman SPd,MPd mengatakan pelaksanaan pendidikan jarak jauh (PJJ) diwarnai dengan berbagai tantangan.

Mulai dari masalah sarana dan prasarana (smartphone/laptop), terbatasnya sinyal internet, hingga beban kuota internet yang harus ditanggung oleh orang tua peserta didik.

Selain itu, ada kendala terkait kesiapan SDM guru dalam beradaptasi dengan PJJ, khususnya dalam penguasaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) sebagai pendukung PJJ moda daring.

“Awalnya banyak guru yang mengalami kesulitan, tetapi setelah beberapa bulan, mereka sudah banyak yang bisa beradaptasi dengan menguasai berbagai aplikasi video conference (vicon) seperti Zoom, Webex, Google Meet, dan Microsoft Teams. Mereka juga menguasai LearningManagement System (LMS) seperti Google Form, Google Classroom, dan berbagai aplikasi lainnya. Dengan kata lain, ada hikmah di balik musibah, yaitu para guru banyak yang mau belajar TIK untuk menujang PJJ daring melalui pelatihan yang diselenggarakan oleh pemerintah, organisasi profesi guru, LSM, komunitas, atau melakukannya secara otodidak,” kata Dudu Nurzaman, Jumat (12/3/2021).

Baca juga : Belajar Daring tak Efektif, Pemkot Banjar Mulai KBM Tatap Muka

Bagi peserta didik yang tidak bisa mengikuti pembelajaran secara daring, maka guru melakukan pembelajaran secara luring, seperti memanfaatkan televisi, radio, buku, modul, dan guru kunjung.

Hal tersebut banyak terjadi di daerah yang akses internetnya terbatas. Pada saat kegiatan guru kunjung, guru harus menempuh jarak menuju tempat tinggal peserta didiknya.

Ditambah medan yang cukup berat, seperti jalan yang rusak, masuk perkebunan yang bisa membahayakan dirinya. Belum lagi jarak tempat peserta didik yang satu dengan yang lainnya berjauhan.

“PJJ yang terlalu lama menyebabkan kebosanan pada orang tua, peserta didik, dan juga pada guru-guru. Ada orang tua yang curhat bahwa mereka mengalami kesulitan menjadi guru dadakan bagi anaknya, sadar terhadap peran penting seorang guru, dan menginginkan agar anak-anak mereka segera sekolah kembali, tapi di sisi lain, mereka pun khawatir anak-anaknya terpapar Covid-19 kalau pembelajaran tatap muka kembali dibuka. Hal tersebut adalah sebuah dilema. Maju kena, mundur juga kena,” ujarnya.

Selain orang tua yang kesulitan mendampingi anak belajar dari rumah (BDR), ada juga kasus tindakan kekerasan orang tua terhadap anak. Hal ini disebabkan stres yang dialami oleh orang tua.

Pandemi Covid-19 bukan hanya berdampak terhadap aspek pendidikan, tetapi juga berdampak terhadap ekonomi, kesehatan, dan psikologi. Ada orang tua siswa yang di-PHK, dirumahkan, mengalami penurunan bahkan kehilangan penghasilan. Akumulasi stres tersebut akhirnya ditumpahkan kepada anaknya.

“PJJ bukanlah hal yang ideal, tetapi hal ini dilakukan sebagai upaya menjaga pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta tertular Covid-19. Walau dalam perjalanannya ada kepala sekolah, guru, pengawas, dan birokrat pendidikan yang meninggal akibat Covid-19. Hal ini bukan diakibatkan dari pembelajaran tatap muka di sekolah, tetapi bisa saja diakibatkan penyakit bawaan (komorbid) dari yang bersangkutan ditambah Covid-19,” katanya

Pemerintah pusat membolehkan pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota untuk melaksanakan kegiatan belajar tatap muka, tetapi harus diberlakukan syarat secara ketat serta mengikuti protokol kesehatan, dan yang paling utama adalah adanya izin dari orang tua peserta.

Tags :
Kategori :

Terkait