Pengentasan Kemiskinan di Kota Tasik Baru Sebatas Pidato

Jumat 12-03-2021,15:30 WIB
Reporter : syindi

KAWALU — Pemerhati Anggaran dari Perkumpulan Inisiatif Bandung, Nandang Suherman mengatakan peran pemerintah dalam menyejahterakan masyarakat di Kota Tasikmalaya baru sebatas retorika. Sebab, keberpihakan dari sisi anggaran belum benar-benar berpihak terhadap warga miskin.

Hal itu diungkapkan seusai menghadiri diskusi Warkop Tasik, di Bukit Lestari Leuwiliang Kecamatan Kawalu. Menurut Nandang, selama ini intervensi Pemkot dalam upaya mengurangi angka kemiskinan, seolah hanya ucapan dalam pidato saja.

Faktanya, dalam dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dari tiga tahun terakhir, belanja bantuan dan perlindungan sosial tidak lebih dari satu persen.

“Paling parah, di tahun 2021 ini belanja untuk kelompok program perlindungan sosial malah turun menjadi sekitar 0,2 persen setelah saya kroscek di dokumen APBD,” kata Nandang kepada Radar, Kamis (11/3/2021).

Nandang menjelaskan di tahun 2019, alokasi belanja program tersebut juga dibawah satu persen yakni 0,7 persen. Kemudian tahun 2020, hanya dialokasikan 0,5 persen. Dia menyimpulkan keinginan daerah untuk menekan angka kemiskinan tidak terbukti dari politik anggaran yang tertuang pada APBD.

“Maka betul, pengentasan kemiskinan sebatas narasi dalam pidato saja, tidak dibuktikan dalam politik anggaran,” tutur dia.

Anggota Dewan Daerah Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) tersebut mengaku tidak heran ketika terjadi anomali.

Ketika laju perekonomian Kota Tasikmalaya tumbuh, bahkan bisa terlihat secara kasat mata.

Di sisi lain, angka kemiskinan justru tidak ada pengurangan signifikan secara faktual, maupun data. “Ketika daerah lain angka kemiskinan turun, kita juga sama mengalami penurunan. Tetapi kenapa juara terus (angka kemiskinan, Red), ketika laju ekonominya kian melesat,” katanya heran.

Baca juga : Irigasi Harus Jadi Perhatian Serius Pemerintah Pemkot & Pemkab Tasikmalaya

Berdasarkan fakta tersebut, jelas Nandang, perlu adanya kebijakan yang pro terhadap pengentasan kemiskinan. Kemudian mengevaluasi efektivitasnya secara periodik, sebab bisa saja terjadi salah pengimplementasian antara yang dibutuhkan publik secara nyata, dengan program yang digulirkan pemerintah.

Dia menambahkan apabila Pemkot hendak mengatasi persoalan kemiskinan secara serius, tidak hanya menggunakan survei BPS yang dilakukan dengan metode sampling. Melainkan menggunakan Basis Data Terpadu (BDT) yang by name by addres-nya spesifik.

“Kita juga melihat Pemkot seolah tidak terlalu fokus, padahal dampak Covid-19 di tahun 2020, kemiskinan dan pengangguran terjadi lonjakan. Di sisi lain pola belanja tidak ada perubahan,” keluh Nandang.

Sementara itu, dalam kesempatan tersebut pengamat sosial Asep M Tamam menuturkan predikat Kota Termiskin di Jawa Barat merupakan sebutan menyakitkan. Hal itu harus dituntaskan bersama, dan tidak bisa saling menyalahkan. “Semua pihak wajib mengubah hal itu, supaya Kota Tasikmalaya tak lagi jadi termiskin di Jawa Barat,” ucapnya.

Rangking tertinggi di Jawa Barat dalam hal kemiskinan, lanjut Asep, memiliki dasar kuat dari beberapa faktor yang dilihat. Namun, di sisi lain banyak perubahan signifikan nyaris di setiap sudut kota, kaitan geliat ekonomi sebagian masyarakat.

Tags :
Kategori :

Terkait