TASIK — Fenomena anak mengajukan nikah dini di Kota Tasikmalaya meledak. Angkanya naik drastis. Tahun 2020 tepatnya saat pandemi Covid-19 muncul, angka dispensasi kawin (diska) untuk nikah dini sebanyak 248 pengajuan. Sedangkan tahun 2019 anak yang mengajukan dispensasi kawin tercatat hanya sebanyak 73 pengajuan.
Panmud Hukum Pengadilan Agama Kota Tasikmalaya Yayah Yulianti menyebutkan tahun 2019 tercatat ada 73 pengajuan dispensasi kawin. Sementara tahun 2020, ada 248 pengajuan dispensasi.
Menurut dia, berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan, diatur bahwa batas usia menikah baik laki-laki maupun perempuan yakni 19 tahun. Untuk calon pengantin yang masih di bawah usia itu, harus mengajukan dispensasi ke Pengadilan Agama.
Dia menjelaskan terdapat beberapa faktor memengaruhi diska. Seperti regulasi, tingkat pendidikan rendah kemiskinan tinggi dan faktor ekonomi akibat pandemi Covid-19. ”Itu baru prediksi kami, karena Pengadilan hanya menjalankan regulasi,” ujarnya.
Baca juga : Puluhan Nakes Kota Tasik Belum Divaksin
Selain itu, ada juga efek kekhawatiran orang tua melihat pergaulan remaja saat ini. Sehingga menikahkan anak di usia dini menjadi pilihan yang dianggap lebih baik. “Karena tidak sedikit orang tua yang khawatir anaknya berzinah, jadi lebih baik dinikahkan,” katanya.
KONDISI EKONOMI
Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Indihiang, Kota Tasikmalaya Husna Mustofa mengatakan peningkatan angka pernikahan dini di bawah batasan usia memang ada. Biasanya, terjadi karena beberapa faktor yang menjadi pendorong. “Ada keluarga yang memang kepercayaannya lebih baik menikah selagi masih muda,” ujarnya.
Soal peningkatan, sambung Husna, apakah ada kaitannya dengan situasi pandemi Covid-19 di kota berjuluk Kota Santri ini? Menurutnya, bisa jadi akibat pola hidup masyarakat dari mulai anak, dewasa sampai lansia berubah secara drastis. “Tetapi sepanjang maksudnya baik, tentu KUA tetap mengakomodir,” terangnya.
Namun peningkatan tersebut, lanjut Husna, dipengaruhi juga oleh perubahan regulasi. Karena sebelumnya keluar Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Batasan Usia Perempuan untuk Menikah adalah 16 tahun. “Sebelumnya kan usia 16 sampai 18 tahun, tidak perlu dispensasi, sekarang harus mengajukan dulu,” katanya.
Terpisah, Ketua Komisi Perlindungan Anak (KPAD) Eki S Baehaqi mengatakan pernikahan di bawah umur cukup berisiko. Undang-undang menetapkan batasan 19 tahun tentu karena pertimbangan yang matang. “Meskipun ada proses dispensasi, idealnya pernikahan dini dihindari,” ujarnya.
Untuk orang yang punya mental dan kekuatan ekonomi cukup mungkin tidak begitu masalah. Namun, menurutnya hanya segelintir saja yang siap akan hal tersebut. “Dari segi emosional dan psikologis juga masih terbilang rentan,” kata dia.
Dikhawatirkan, kata Eki, pernikahan dini menimbulkan masalah lebih besar di kemudian hari. Selain keretakan rumah tangga, potensi yang mengarah kepada perbuatan pidana pun cukup besar. “Bisa perbuatan kriminal karena desakan ekonomi, atau kekerasan rumah tangga karena emosi,” kata dia menegaskan.
Komisioner Bidang Pendidikan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti menambahkan, bahwa meningkatnya siswa putus sekolah dan pernikahan saat pandemi karena mereka lebih memilih bekerja membantu perekonomian keluarga.
Kategori :