Adzan Asar dan Magrib Dicarter Arul, Santri Lain pun Mengalah
Delapan bulan telah berlalu. Arul Miftahul Huda, kini telah menetap di Assyukandary, sebuah pondok pesantren yang sangat sederhana. Di tempat ini, Arul mulai berbaur dengan para santri lainnya. Bahkan kini ia sudah punya jadwal Adzan yang tak boleh digantikan oleh teman santrinya.
***
Tiko Heryanto, Kabupaten Tasikmalaya
LAYAKNYA para santri di sebuah pondok pesantren, kopiah warna hitam tak pernah lepas. Baju kemeja putih yang dikenakannya dipadankan dengan bawahan kain sarung motif kotak orange-ungu.
Pondok pesantren yang kini sekaligus menjadi rumah bagi Arul lokasinya tepat di pinggir jalan nasional Tasik-Garut KM 9, Kampung Ciwidara, RT 009/001, Desa Selebu Kecamatan Mangunreja, Kabupaten Tasikmalaya. Sekilas, bangunan yang didominasi warna hijau muda itu tidak seperti pesantren pada umumnya.
“Betul, ini rumah tinggal. Tapi sekarang jadi pondok. Sejak 2019, rumah ini kami jadikan tempat mondok santri,” ungkap Dr. KH Ujang Hidayatulloh MSi, saat menyambut radartasik.com.
Dia sudah diberitahu akan dikunjungi radartasik.com setelah diinformasikan oleh Kanit PPA Polres Tasikmalaya Aipda Josner Ali S SH.
Josner ini adalah sosok polisi yang diperintahkan Kapolres AKBP Romsyahtono SIK untuk mengawasi Arul selama di pesantren. Josner ini pula yang menggantikan figur ayah bagi Arul. Betapa tidak, keluh kesah Arul selalu diadukan kepada Josner melalui pesan Whatshapp.
Sama halnya dengan Josner, KH Ujang punya prinsip yang sama. Arul harus tumbuh kembang secara alami. Namun tak kekurangan baik itu kasih sayang, pendidikan dan lainnya. Sehingga tak heran, pola pengajaran terhadap Arul berbeda dengan anak-anak lainnya.
Pemilik pondok pesantren yang sekaligus seorang dosen di salah satu universitas di Cirebon ini, bukan berarti menganakemaskan Arul. Tetapi dia memahami dengan karakter Arul, anak energik, super aktif namun tersandung masalah kasus hukum.
“Dua minggu sejak di pondok, Arul sulit bergaul. Dia hanya terdiam. Tatapannya selalu kosong. Keluar areal pondok pun tidak mau,” kisah KH Ujang Hidayatulloh mengawali perbincangan. Sambil mempersilakan masuk, sosok ulama ini sangat ramah. “Nah, beginilah Assyukandary. Seperti ini adanya. Sebentar saya bikinkan kopi dulu,” tambah dia.
Berada di ruang tamu yang sekaligus sebagai kantor, radartasik.com duduk beralaskan karpet. KH Ujang lantas melanjutkan kisah Arul.
Kata dia, Arul drastis hanya diam dan tampak malas. Tidak seperti di Polres Tasikmalaya; riang dan aktif. Belakangan terungkap, Arul punya trauma. Takut bertemu dengan orang baru. Untuk menyiasatinya, Arul didampingi dua Satri Senior yang sekaligus menjadi pembimbing hari-harinya di pesantren.
“Setelah dua minggu, mulai tuh Arul ini berbaur dengan santri lainnya. Dan saat itu belum kami arahkan pada pembelajaran yang serius,” kata dia.
Kategori :