radartasik.com, RADAR TASIK — Sudah dua kali Ramadan dan Lebaran, masyarakat harus menjaga jarak ketika melaksanakan Tarawih dan Salat Id. Tahun ini tampaknya kondisi mulai kembali normal di mana saf salat harus kembali rapat.
Hal itu sebagaimana edaran dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Dewan Masjid Indonesia (DMI). Di mana saf salat harus kembali dirapatkan, baik salat fardu, Salat Jumat, Salat Tarawih maupun Salat Id.
Menjelang Ramadan yang kurang dari sebulan lagi, umat muslim bisa melaksanakan Salat Tarawih tanpa batasan. Dengan demikian, masjid-masjid tahun ini akan kembali padat oleh jemaah. “Insyaallah Tarawih nanti sudah normal safnya, sudah dua tahun kan Tarawihnya pakai jaga jarak,” ucapnya.
Ramadan tahun lalu sebagian umat muslim mempersoalkan pemberian jarak pada saf salat berjamaah.
Kebijakan tersebut diterapkan pemerintah untuk mencegah penularan Covid-19 antarjemaah di masjid.
Untuk itu, KH Tatang berharap kebijakan baru ini harus menjadi motivasi umat untuk lebih semangat melaksanakan ibadah di masjid. Bukan hanya untuk Ramadan, tetapi juga di hari-hari biasa. ”Harus lebih semangat meningkatkan kualitas ibadah di masjid,” ucapnya.
Kendati saf salat kembali dirapatkan bukan berarti protokol kesehatan diabaikan. Protokol kesehatan tetap harus diperhatikan agar umat terhindar dari ancaman penularan. ”Masker harus tetap pakai,” tuturnya.
Perkuat Warna Religi
Ramadan merupakan bulan mulia. Kemuliaan ini seyogianya dibarengi dengan hadirnya tayangan-tayangan dan konten di lembaga penyiaran publik yang berkualitas pula.
MUI pusat telah melaksanakan Halaqah Tayangan Ramadan yang digelar Komisi Informasi dan Komunikasi MUI awal bulan lalu untuk mewujudkan kondusivitas di bulan suci. Halaqah pun ditutup dengan lima poin deklarasi yang menekankan pentingnya menghadirkan tayangan yang bukan sekadar tontonan tetapi juga mengandung unsur tuntunan.
Ketua Lembaga Seni Budaya dan Peradaban Islam (LSBPI) MUI, Habiburrahman El-Shirazy, berharap tayangan televisi khususnya saat Ramadan tidak bertentangan dengan nilai-nilai ketuhanan Yang Maha Esa.
Dia mengatakan, hal ini tidak terlepas dari kebudayaan bangsa Indonesia yang semestinya kebudayaan yang berketuhanan Yang Maha Esa yang memiliki pakem dan prinsip sesuai dengan keyakinannya.
Menurut Habiburrahman, hal ini sangat penting untuk ditekankan, mengingat bahwa televisi bukan hanya menjadi tempat menyampaikan informasi, melainkan sebagai media untuk entertaint atau hiburan.
Kategori :