Radartasik.com, Publik memberikan komentar terhadap wacana penundaan Pemilu. Bagi pengamat politik penundaan pemilu akan mencederai demokrasi dan amanat Reformasi 1998.
Pengamat politik dari Universitas Diponegoro, Wijayanto menilai, amanat reformasi 1998 terancam dikhianati oleh pemufakatan jahat sekelompok elite politik yang ingin menghancurkan reputasi Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Sejak tahun 2019 saya sudah ditanya tentang wacana perpanjangan masa jabatan Presiden, dan sampai tahun 2022 ini kita masih bertemu lagi dengan wacana penundaan pemilu, yang mencerminkan hawa nafsu inkonstitusional yang tidak padam juga. Ini menjadi alarm tanda bahaya,” kata Wijayanto dalam keterangannya, Rabu (2/3/2022).
Wijayanto mengungkapkan, jika pemilu ditunda, maka Indonesia tidak lagi bisa dianggap sebagai negara demokrasi.
“Kalau pemilu sampai ditunda atau masa pemerintahan diperpanjang, walaupun dicarikan pembenaran melalui amandemen konstitusi, Indonesia tidak bisa lagi disebut sebagai negara demokrasi,” tegas Wijayanto.
Anggota Poros Peduli Indonesia (Populis) Bursah Zarnubi menyatakan, perintah konstitusi tidak boleh dilanggar dan dikhianati oleh siapa pun, termasuk Presiden, DPR, Mahkamah Agung, atau Mahkamah Konstitusi.
“Mengkhianatinya mengakibatkan jabatan Presiden selanjutnya dipastikan illegal, karena itu bisa berdampak pada pertanggungjawaban hukum yang berat dan pasti menimbulkan gejolak sosial politik,” kata Bursah dalam keterangannya, Rabu (2/3/2022).
Padahal, pemerintah bersama DPR RI, KPU RI, Bawaslu RI, sudah sepakat dan memutuskan pemilu 2024 akan digelar pada 14 Februari 2024.
Sedangkan KPU telah membuat rancangan tahapan dan jadwal pemilu yang meliputi pemilhan Presiden, DPR, DPRD, dan DPD.
“Semua ini merupakan hasil kesepakatan antara Komisi II DPR RI bersama pemerintah, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu),” beber Bursah.
Dia memandang, adanya usulan untuk penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan Presiden, merupakan kudeta konstitusi. Bahkan telah mengingkari konstitusi dan azas demokrasi yang disepakati, serta dapat merusak sendi sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Usulan penundaan Pemilu 2024 yang dilontarkan elite politik (PKB, PAN, Golkar) telah merobek-robek jantung kehidupan kenegaraan dan kebangsaan kita,” ujarnya.
“Usulan itu membajak/mengkudeta konstitusi dan menunjukkan perilaku abuse of power, sekaligus memperlihatkan ketidaktahuan serta ketidakpedulian mereka mengenai pentingnya ketaatan dan kepatuhan pada Konstitusi sebagai kontrak sosial,” papar Bursah.
Dia pun menyebut, usulan penundaan Pemilu 2024 membuktikan bahwa para elite politik tidak pernah belajar sejarah bagaimana jatuh bangunnya negara, karena para elite tidak taat konstitusi. Serta lalai melaksanakan untuk melindungi negara bangsa dan rakyat Indonesia.
“Karena itu kami mengajak semua elemen bangsa merenungkan sejarah yang pernah kita alami agar tidak terulang kembali sejarah buruk masa lalu. Untuk menghindari konflik dan pertikaian antar anak bangsa, betapa pentingnya taat azas, taat konstitusi, rule of law serta kepatuhan terhadap konsensus demokrasi yang disepakati pada waktu reformasi 1998,” tegas Bursah.
Bursah pun menyesalkan, usulan penundaan Pemilu 2024 itu menjadi bola liar yang merusak keteraturan ketatanegaraan dan merusak konsolidasi demokrasi selama ini karena tidak ada dasar hukum dan konstitusional.
Kategori :