Khawatir Pecah Perang Dunia Ketiga, RI Didorong Buka Peluang Diplomasi

Jumat 25-02-2022,16:00 WIB
Reporter : tiko

Radartasik.com — Berbagai upaya telah dilakukan negara-negara Eropa Barat dan Amerika Serikat (AS), yakni menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap Rusia. Namun sanksi tersebut tidak meluluhkan Rusia, sehingga keadaan ini dikhawatirkan malah memicu perang dunia ketiga (PD III).

Dilansir JawaPos.com, mengantisipasi potensi itu tidak terjadi, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana mendorong Republik Indonesia (RI) membuka dialog.

Presiden Jokowi, sebut dia, bisa mengutus Menlu Retno Marsudi untuk menjajagi peluang diplomasi atau shuttle diplomacy dengan melakukan pembicaraan ke berbagai pihak. Termasuk dengan Sekjen PBB, Menlu Rusia, Menlu Ukraina, Menlu negara-negara Eropa Barat, dan AS.

“Menlu juga perlu melakukan pembicaraan dengan menlu berbagai negara di Asia Afrika Eropa Timur hingga Amerika Latin, mengingat bila saling serang yang terjadi di Ukraina dibiarkan terus akan menjadi cikal bakal PD III,” tegas Hikmahanto dalam keterangan tertulisnya, Kamis (24/2).

Lebih jauh Rektor Universitas Jenderal A Yani itu mengatakan, berbagai upaya telah dilakukan negara-negara Eropa Barat dan AS, yakni menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap Rusia. Namun, sanksi tersebut tidak akan efektif karena tiga alasan. 

Pertama, sanksi ekonomi baru akan terasa di level masyarakat Rusia dan para elit, dalam waktu 6 bulan bahkan satu tahun ke depan. Kedua, Rusia harus dibedakan dengan Iran ataupun Korea Utara yang masih sangat bergantung pada banyak negara. Ketiga, Rusia akan dibantu oleh sekutu-sekutunya, bahkan oleh Tiongkok yang melihat potensi keuntungan secara finansial.

Hikmahanto berpendapat, penyelesaian melalui Dewan Keamanan PBB pun akan tidak membuahkan hasil, mengingat di dalam DK PBB ada Rusia yang merupakan Anggota Tetap yang memiliki hak veto. Apapun draf resolusi yang bertujuan untuk melumpuhkan Rusia secara militer akan diveto oleh Rusia.

Satu-satunya upaya terbuka untuk penyelesaian damai adalah melalui Majelis Umum PBB. Dalam MU PBB semua tidak ada hak veto dan semua negara anggota memiliki satu suara yang sama. Disamping dalam MU PBB semua negara anggota bisa berperan.

Dalam sejarahnya MU PBB pernah melaksanakan tugas menjaga perdamaian. Pada tahun 1950 saat pecah perang di Semenanjung Korea, MU PBB mengeluarkan resolusi yang disebut sebagai Uniting For Peace.

Dalam resolusi tersebut dapat meminta negara-negara yang bertikai untuk segera melakukan gencatan senjata. Bila seruan ini tidak digubris maka MU PBB dapat memberi mandat kepada negara-negara untuk mengerahkan pasukan terhadap negara yang tidak mematuhi gencatan senjata. Tentu proses di MU PBB harus diinisiasi oleh sebuah negara anggota PBB.

“Indonesia dapat mengambil peran ini mengingat Indonesia saat ini memegang Presidensi G-20 dan memiliki kewajiban konstitusional untuk turut dalam ketertiban dunia,” katanya. (jpg/try)
Tags :
Kategori :

Terkait