radartasik.com, CIAMIS — Jaksa menuntut terdakwa kasus penistaan agama M Kece dengan 10 tahun penjara. Tuntutan itu dibacakan pada sidang di Pengadilan Negeri Ciamis, Kamis (24/2/2022).
Berkas tuntutan M Kace mencapai 1.096 halaman. Berkas tuntutan setebal itu dibacakan 15 jaksa dari Kejaksaan Agung RI dan Kejaksaan Negeri Ciamis secara bergantian dari mulai pukul 09.00 WIB sampai pukul 18.00 WIB.
”Hari ini kita melaksanakan penuntutan dari jam 9 (pagi) sampai jam 6 magrib ini,” kata Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Ciamis Yuyun Wahyudi SH MH pada Kamis (24/2/2022).
Meskipun sidang cukup lama dan maraton, menurut dia, tim jaksa dalam keadaan sehat tidak ada kendala.
Terkait terdakwa yang sempat sakit, kajari menjelaskan M Kace sudah diobati dan pulih kembali dan menjalani sidang. ”Kalau sidang sampai tuntutan kurang lebih ada 8 sampai 10 kali persidangan,” paparnya.
Dalam sidang agenda tuntutan kemarin, Ketua tim JPU dari Kejaksaan Agung Syahnan Tanjung menyampaikan bahwa tuntutan hukuman maksimal 10 tahun penjara terhadap terdakwa M Kece.
Sesuai ancaman dalam Pasal 14 ayat 1 Undang-undang RI Nomor 1 Tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana jo Pasal 64 ayat 1.
”Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa Mohamad Kosman, alias Mohamad Kece, alias Mohamad Kace, alias Mohamad Kosman bin Sueb selama 10 tahun penjara dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan,” kata Syahnan saat pembacaan tuntutan di persidangan.
Pelaksanaan sidang pembacaan tuntutan terdakwa M Kece sebanyak 1.096 halaman yang berlangsung mulai pukul 09.00 WIB sampai pukul 18.00 WIB dengan hasil putusan tuntutan terhadap terdakwa selama 10 tahun penjara.
”Hari ini kita melaksanakan penuntutan dari jam 9 (pagi) sampai jam 6 magrib ini. Alhamdulillah selesai dari 1.096 halaman kita menyelesaikan dengan baik dengan tuntutan maksimal 10 tahun,” katanya.
Ia menyampaikan tuntutan maksimal itu diambil dari pasal yang ancaman hukumannya paling tinggi, sedangkan pasal-pasal lainnya yang didakwakan terhadap terdakwa jauh lebih rendah yakni dua sampai tiga tahun penjara.
”Pasal di bawahnya di bawah itu, tertingginya Pasal 14 ayat 1, undang-undang menetapkan seperti itu maksimalnya,” katanya.
Dia menjelaskan alasan tuntutan maksimal karena berdasarkan hasil fakta-fakta di persidangan bahwa terdakwa melakukan hal itu dengan sengaja dan sadar. Padahal tidak seharusnya melakukan perbuatan yang membuat kegaduhan di masyarakat.
Perbuatan terdakwa, kata dia, justru melakukan kehendaknya yang ingin membuat kegaduhan dengan membuat video tentang kebohongan-kebohongan yang jumlahnya cukup banyak.
”Luar biasa bohongnya sebanyak 100 poin yang kita dapat dari tujuh video itu, sebenarnya video masih banyak,” katanya.
Ia menyampaikan tuntutan maksimal itu bukan unsur kebencian melainkan untuk menjadi pembelajaran bagi yang lain bahwa perbuatan tersebut melanggar hukum dan akan memicu konflik antaragama.
Menurut dia, tindakan polisi sudah tepat dengan cepat menindak terdakwa kemudian memproses hukum dan perbuatannya harus dipertanggungjawabkan. ”Ini keterlaluan maka wajar baginya tidak ada pertimbangan yang dapat dimaafkan,” katanya.
Kuasa hukum terdakwa, Kamarudin Simanjuntak menyatakan JPU seharusnya mempertimbangkan hal lain yang dapat meringankan hukuman terhadap terdakwa. Apalagi, terdakwa sudah menyampaikan permohonan maaf.
Kategori :