Radartasik.com, JAKARTA - Penyidik Polda Metro Jaya menolak laporan pakar Telematika Roy Suryo yang melaporkan Menteri Agama (Menag), Yaqut Cholil Qoumas terkait pernyataannya yang terkesan menyandingkan suara azan yang dikumandang lewat toa masjid dengan gonggongan anjing.
Roy menyatakan alasan penyidik Polda Metro Jaya tak bisa menerima laporannya tersebut karena tempat kejadian perkara tersebut bukan di wilayah Ibu Kota dan sekitarnya. Tapi melainkan di Pekanbaru, Riau.
Lebih lanjut Roy mengatakan, polisi pun mengarahkannya untuk membuat laporan ke Polda Riau atau Badan Reserse Kriminal Polri.
Untuk itu, Roy pun menyebut rekan-rekannya yang di Pekanbaru yang akan membuat laporan terhadap Menag Yaqut terkait pernyataannya yang terkesan menyandingkan suara azan dengan gonggongan anjing ke Polda Riau, ketimbang membuatnya di Bareskrim Polri.
“Saran kedua Polda Metro Jaya menyarankan ada baiknya ini dilaporkan di Bareskrim. Tetapi atas pertimbangan saya dengan Pak Pitra mungkin kami akan mempertimbangkan ulang harus melaporkan ke Bareskrim. Karena ada beberapa hal yang tadi disampaikan kemungkinan besar ya saya tidak bisa menduga itu akan sama,” kata dia lagi.
Sebelumnya diberitakan, pakar Telematika Roy Suryo turut menyoroti adanya pernyataan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang terkesan menyandingkan suara azan dengan gonggongan anjing. Roy semula hampir tidak percaya pernyataan ini dilontarkan oleh Menag Yaqut.
Bahkan, Roy sempat mengira judul berita yang dia baca hanya untuk menarik para pembaca dengan isi yang tak sesuai. Namun rupanya dia sangat kaget begitu membaca berita di sejumlah media arus utama yang menyertakan kutipan pernyataan Yaqut.
Menurut Roy, sangat tidak pantas pernyataan tersebut dilontarkan Menag . Tidak semestinya suara yang keluar dari toa masjid yang sebagian besar azan ataupun iqomah disandingkan dengan gonggongan Anjing.
Untuk diketahui, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menyatakan pengaturan terkait penggunaan pengeras suara di masjid, salah satunya bertujuan agar hubungan antarumat beragama lebih harmonis. Gus Yaqut menegaskan tidak melarang rumah ibadah umat Islam untuk menggunakan toa atau pengeras suara.
Menurutnya, perlu peraturan untuk mengatur waktu alat pengeras suara tersebut dapat digunakan, baik setelah atau sebelum azan dikumandangkan.
Baginya pedoman ini bertujuan juga untuk meningkatkan manfaat dan mengurangi hal yang tidak bermanfaat, sebab di Indonesia yang mayoritas Muslim, hampir di setiap 100-200 meter terdapat masjid atau musala.
“Kita bayangkan, saya Muslim saya hidup di lingkungan non-muslim, kemudian rumah ibadah mereka membunyikan toa sehari lima kali dengan keras secara bersamaan, itu rasanya bagaimana?” ucapnya.
“Contohnya lagi, misalkan tetangga kita kiri kanan depan belakang pelihara anjing semua, misalnya menggonggong di waktu yang bersamaan, kita terganggu tidak? Artinya semua suara-suara harus kita atur agar tidak menjadi gangguan,” ujarnya. (dhe/pojoksatu)