radartasik.com, INDIHIANG — Para guru madrasah mendatangi Sekretariat DPRD Kota Tasikmalaya, Selasa (4/1/2022). Hal ini berkaitan dengan Bantuan Subsidi Upah (BSU) yang harus mereka kembalikan ke kas negara.
Dalam kesempatan tersebut, para guru madrasah menyampaikan keresahannya kepada DPRD. Dari mulai ketidakmampuan mengembalikan bantuan sampai perasaan terdiskriminasi karena yang dipersoalkan hanya bantuan double guru madrasah saja.
Pihaknya berharap pemerintah pusat bisa menemukan solusi agar para guru madrasah tidak perlu mengembalikan bantuan tersebut. Karena bagaimana pun yang melakukan verifikasi penerima bantun adalah pemerintah. “Tapi kita lihat nanti perkembangannya, karena informasi dari Kemenag pun teknis pengembaliannya masih belum jelas,” ucapnya.
Jika pada akhirnya para guru madrasah tetap harus mengembalikan BSU, dia mendorong Pemkot ikut membantu. Menurutnya, pemerintah daerah tidak akan kesulitan untuk memberikan hibah ke Kemenag untuk membantu guru madrasah membayar tagihan itu. “Hibah sekitar Rp 500 juta sepertinya masih memungkinkan,” ucapnya.
Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kota Tasikmalaya Ahmad Junaedi Shakan juga mengungkapkan keprihatinan serupa. Menurutnya, bukan masalah ketika para guru madrasah mendapatkan bantuan di program yang lain. “Bantuan karena dia menjadi guru dengan bantuan di program lain kan berbeda konteks,” ucapnya.
Dia pun mewajarkan jika para guru mengajukan bantuan di berbagai program yang dibuka oleh pemerintah. Karena jika hanya satu program, belum tentu mereka mendapatkan bantuan tersebut. “Apalagi BSU guru madrasah ini muncul belakangan, wajar jika mereka mengajukan bantuan program lain,” ucapnya.
Sebelumnya diberitakan, terkait persoalan Bantuan Subsidi Upah (BSU) yang harus dikembalikan para guru madrasah, Kementrian Agama Kota Tasikmalaya belum bisa memberi kepastian atau solusi. Pasalnya, sejauh ini para guru madrasah sebatas dituntut mengembalikan bantuan tersebut.
Kata dia, dalam program BSU pihaknya sebatas memfasilitasi saja. Para guru madrasah yang memang layak mendapat bantuan tentunya diajukan. “Kita hanya memfasilitasi saja, pencairannya juga kan langsung ke masing-masing guru,” ujarnya.
Masalah mereka mendapat bantuan ganda, dia mengaku tidak tahu menahu. Pasalnya itu diverifikasi oleh Kementerian Keuangan. “Kita kan tidak tahu siapa saja guru yang dapat bantuan dari program lain,” ucapnya.
Maka dari itu, pihaknya sempat mengupayakan agar para guru tidak harus mengembalikan uang tersebut karena ada kekeliruan verifikasi data di Pemerintah. Apalagi melihat kondisi para guru yang mendapat penghasilan yang memang kurang layak. “Honor sebulan saja tidak cukup untuk mengembalikan uang itu (BSU),” ucapnya.
Disinggung para guru yang tidak sanggup mengembalikan uang tersebut, H Asep Baria pun mengaku bingung. Karena belum ada arahan lebih teknis soal solusi dari polemik ini. “Tapi mudah-mudahan nantinya ada solusi yang bisa diterima oleh para guru madrasah,” ucapnya.
Terpisah, salah seorang guru di MTs Terpadu Bojong Nangka, Imat Ruhimat pemberian BSU menjadi kegembiraan tersendiri untuk para guru honorer. Di situasi ekonomi sulit karena pandemi, pemerintah seakan menjadi pahlawan. “Karena bantuan itu datang pas lagi butuh-butuhnya,” terangnya.
Hal serupa juga diungkapkan Dede Fifit SPd yang merupakan pengajar di RA Mu'min M'shum Purbaratu. Gaji honorer rata-rata sekitar Rp 300 ribu di mana untuk kebutuhan sehari-hari pun tidak cukup. “Bagaimana bisa mengembalikannya, dari mana uangnya?,” geramnya.
Kategori :