Oleh: Dahlan Iskan
Muncul lagi?
Penyakit mulut dan kuku kembali jadi pembicaraan belakangan ini. Peternak pun gelisah. Sudah begitu lama jenis penyakit itu hilang dari persada.
Seingat saya Indonesia sudah lama bebas penyakit itu. Sejak 1986. Sudah lebih 30 tahun. Yakni setelah dilakukan vaksinasi besar-besaran di zaman Presiden Soeharto.
Vaksinasi itu dilakukan selama 6 tahun penuh. Vaksinnya impor: dari Australia. Berdasar temuan Inggris. Berhasil.
Australia pun mengakui Indonesia bebas penyakit mulut dan kuku. Selandia Baru menyusul mengakui. Dua tahun kemudian dunia mengakui.
Itulah riwayatmu dulu. Mengapa sampai sekarang Indonesia tergantung pada daging sapi Australia. "Negara yang sudah bebas dari penyakit mulut dan kuku hanya bisa impor daging dari negara yang juga bebas dari penyakit itu".
Alasannya: agar penyakit itu tidak masuk lagi ke negara bebas itu. Terutama lewat daging impor yang dari negara ber-PMK.
Padahal negara yang bebas PMK ya hanya dua itu: Australia dan Selandia Baru. Dari dulu. Sampai sekarang. Isolasi penyakit itu, di Australia, luar biasa ketat.
Bagi yang pernah ke Australia tentu merasakannya. Terutama penumpang dari Indonesia. Yang suka ke sana membawa sambal. Atau petai. Atau makanan pujaan lainnya. Tas Anda pasti dibongkar habis. Disita semua.
Itu bagian dari pengamanan ternak Australia atas penularan PMK. Selandia Baru lebih ketat lagi. "Tingkatnya sudah seperti paranoid," ujar sumber Disway yang pernah ke sana.
Tapi ia memuji semua itu. Ketergantungan Selandia Baru akan peternakan memang sangat tinggi. Gagal menjaga penularan PMK sama dengan terjadi aorta dissection di ekonominya.
Sedang di kita: Anda sudah tahu. Apa saja bisa lolos ke Indonesia –beserta sekalian dengan orang-orangnya. Maka penularan kembali PMK ke Indonesia, mestinya, seperti satu keniscayaan.
Keniscayaan itu seperti kanker. Penderitanya sering bersikap denial. Di awalnya. Tidak mau mengakui apa adanya. Ada unsur gengsi untuk membukanya. Ada unsur malu.
Pun PMK.