Radartasik.com, BANDUNG — Modus terdakwa Herry Wirawan untuk memuluskan aksinya mencabuli 13 santri secara berulang diungkap Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jawa Barat Asep Nana Mulyana.
Menurut kajati, terdakwa Herry Wirawan menyekap 13 santrinya yang menjadi korban pencabulan agar tidak berinteraksi dengan warga sekitar maupun lapor polisi.
”Kenapa korban tidak melapor atau memberitahukan kepada pihak lain karena mereka (santri) berada di ruangan tertutup dan terkunci,” beber Asep Mulyana.
Kajati menyampaikan hal itu usai sidang lanjutan kasus pencabulan 13 santriwati di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Kota Bandung, Kamis (23/12/2021), yang dilansir jabar.jpnn.com.
Kajati yang turun tangan menjadi jaksa penuntut umum (JPU) pada persidangan tersebut menegaskan pernyataannya tersebut juga didukung keterangan saksi di persidangan tersebut.
”Pernyataan itu didukung oleh keterangan saksi lain kalau tempat itu tertutup,” tegas mantan Kepala Kejaksaan Tinggi Banten itu.
Mantan Asisten Pidana Khusus Kejati Sumatera Utara itu menuturkan berdasarkan keterangan ketua RT (rukun tentangga), Herry Wirawan dan anggota pesantren Madarul Huda Antapani dikenal sangat tertutup.
Bahkan, terdakwa Herry atau para santri jarang berinteraksi dengan warga sekitar. ”Jadi warga sekitar itu tidak mengetahui kegiatan di dalam asrama dan kegiatan yang dilakukan terdakwa ini sangat tertutup dan antisosial, jadi tidak pernah berbaur,” papar dia.
Seperti diketahui, Herry Wirawan memiliki boarding school di bawah Yayasan Sosial dan Pendidikan Madarul Huda. Yayasan ini memiliki dua gedung.
Gedung pertama berada di Cibiru Kota Bandung yang dijadikan tempat belajar siswa. Gedung kedua terletak di salah satu perumahan di Antapani Kidul Kota Bandung.
Herry Wirawan didakwa atas kasus pencabulan 13 santri boarding school miliknya. Empat korban di antaranya hamil dan melahirkan sembilan anak. (mcr27/jpnn)