Radartasik.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjebloskan Gubernur nonaktif Sulawesi Selatan (Sulsel) Nurdin Abdullah ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat. Eksekusi ini dilakukan setelah putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Makassar berkekuatan hukum tetap.
“Hari ini (16/12/2021) Jaksa Eksekusi Medi Iskandar Zulkarnain telah melaksanakan putusan Pengadilan Tipikor pada PN Makassar Nomor : 45/Pid.Sus-TPK/2021/PN.Mks tanggal 29 November 2021 dengan Terpidana M. Nurdin Abdullah yang berkekuatan hukum tetap,” kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK, Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (16/12).
Ali menyampaikan, Nurdin akan mendekam di Lapas Kelas I Sukamiskin Bandung untuk menjalani pidana penjara selama 5 tahun dikurangi selama berada dalam tahanan. Dia juga diwajibkan membayar pidana denda sebesar Rp 500 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 4 bulan.
Selain itu pembebanan untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp 2,1 miliar dan SGD 350 ribu dengan ketentuan, apabila tidak dibayar paling lama satu bulan setelah putusan ini mempunyai kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dirampas untuk menutupi kerugian negara tersebut.
“Apabila harta bendanya tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti akan diganti dengan pidana penjara selama 10 bulan,” ucap Ali.
Dalam kesempatan yang sama, KPK juga mengeksekusi mantan Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Provinsi Sulawesi Selatan, Edy Rahmat ke Lapas Kelas I Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat. Eksekusi dilakukan setelah putusan hakim berkekuatan hukum tetap.
“Dilakukan juga eksekusi pidana badan Terpidana Edy Rahmat berdasarkan Putusan Pengadilan Tipikor pada PN Makassar Nomor : 46/Pid.Sus-TPK/2021/PN. Mks tanggal 29 November 2021 yang berkekuatan hukum tetap,” ucap Ali.
“Terpidana dimasukkan ke Lapas Kelas I Sukamiskin Bandung untuk menjalani pidana penjara selama 4 tahun dikurangi selama berada dalam tahanan. Penjatuhan pidana denda sebesar Rp200 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 2 bulan,” imbuhnya.
Nurdin Abdullah terbukti bersama-sama dengan Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Provinsi Sulawesi Selatan Edy Rahmat menerima uang senilai Rp 13 miliar. Uang tersebut diterima dari sejumlah kontraktor dalam pelelangan proyek pekerjaan pada Dinas PUTR Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan.
Nurdin Abdullah secara langsung menerima uang tunai sejumlah SGD 150.000 dan melalui Edy Rahmat menerima uang tunai sejumlah Rp 2.500.000.000 atau sekitar jumlah itu.
Uang itu diterima dari pemilik PT Agung Perdana Bulukumba dan PT Cahaya Sepang Bulukumba, Agung Sucipto.
Dalam menjatuhkan putusannya, Majelis Hakim mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan. Keadaan yang memberatkan perbuatan Nurdin Abdullah bertentangan dengan program pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
“Hal yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum, terdakwa mempunyai tanggungan keluarga yang perlu dinafkahi, terdakwa sopan dan kooperatif selama persidangan berlangsung, tidak pernah bertingkah dengan macam-macam alasan yang mengakibatkan persidangan tidak lancar,” ungkap Hakim Ibrahim.
Putusan tersebut lebih rendah dari tuntutan yang diajukan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Jaksa menuntut agar Nurdin dijatuhi hukuman selama enam tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsidair enam bulan kurungan.
Nurdin terbukti melanggar Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Dia jiga terbukti melanggar Pasal 12 B Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana. (jpg)