radartasik.com, SINGAPARNA — Polemik antara Koperasi Praja Mukti dan anggotanya terkait tabungan pensiunan yang belum cair harus segera dicarikan solusinya. Hal itu diungkapkan Ketua DPRD Kabupaten Tasikmalaya Asep Sopari Al Ayubi kepada Radar, tadi malam.
“Ya intinya persoalan ini harus dicarikan jalan keluar dan solusi terbaiknya. Termasuk harus ada yang bertanggung jawab, karena tabungan pensiunan itu hak yang harus dibayarkan,” ujar dia, menjelaskan.
“Saya merupakan anggota koperasi Prajamukti atau koperasi Karyawan Pemkab Tasikmalaya. Karena pensiun, terus keluar. Tapi ironisnya, uang simpanan sudah satu tahun tidak kunjung datang,” kata dia.
Heri meminta kepada pihak koperasi, mencari solusi agar dana simpanan miliknya yang saat ini seharusnya dapat dinikmati setelah pensiun, ini malah tidak bisa didapatkan. Padahal, itu haknya dan uang simpanannya tidak sedikit.
Heri meyakini, bahwa bukan hanya dirinya saja jadi korban, ASN aktif pun banyak yang keluar dengan kondisi Koperasi Praja Mukti seperti ini. Namun, nyatanya walaupun keluar, uang simpanan tetap tidak bisa diambil dengan alasan tidak ada uang. Diharapkan sekali bisa segera dibayarkan.
Sebab, kata dia, di masa pandemi seperti saat ini sangat membutuhkan. Koperasi Praja Mukti seharusnya bisa menyejahterakan anggotanya dan jika melihat kondisi seperti saat ini, nasib koperasi harus diselamatkan. “Mohon instansi yang menaungi Koperasi bisa memfasilitasi keluhan anggota yang ingin mengambil uang simpanannya,” kata Heri.
Ketua Koperasi Praja Mukti Suprapto mengatakan, tabungan pensiunan ini bukan tidak bisa diambil. Namun, karena kondisi keuangan koperasi sedang tidak sehat. Di mana banyak anggota yang melakukan pinjaman macet dalam pembayarannya, akibatnya banyak uang koperasi yang berada di luar.
Suprapto menyebutkan, kemacetan pembayaran pinjaman hampir 70 persen. Sementara saat ini, tidak bisa langsung memotong gaji PNS yang menjadi anggota, karena sistem gajiannya sudah langsung masuk ke rekening masing-masing sejak 2018. Karena kalau sebelumnya bisa dipotong langsung dari bendahara masing-masing SKPD.
“Jika dikalkulasikan sampai Rp 3 miliar kemacetannya, sedangkan yang lancar mencapai Rp 1 miliar,” ujarnya, menjelaskan. (obi)