Radartasik.com, JAKARTA — Mantan Ketua Umum Partai Demokrat (Ketum PD) Anas Urbaningrum bisa berpotensi bebas lebih cepat usai Mahkamah Agung (MA) membatalkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan.
Anas yang merupakan koruptor kasus proyek Hambalang ini bisa mendapatkan hak cuti menjelang bebas (CMB) setelah adanya pembatalan PP 99/2012.
Kepala Bagian Humas dan Protokol Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Rika Apriyanti menyampaikan, pemberian CMB untuk Anas baru bisa dilakukan saat ada pemberitahuan resmi dari MA yang menyebut PP 99/2012 tidak lagi berlaku. Setelah ada pemberitahuan resmi, Ditjen Pemasyarakatan mempersilahkan Anas mengajukan CMB.
“Adapun adanya perubahannya nanti ya kita akan mengikuti rules yang baru ataupun aturan yang baru. Tapi sampai saat ini kita masih berdasarkan PP Nomor 99 Tahun 2012,” kata Rika dikonfirmasi, Minggu (31/10/2021).
Rika menuturkan, pengajuan CMB tidak bisa dilakukan setelah beleid diketuk. Pihaknya butuh pemberitahuan resmi dari MA untuk mengaplikasikan aturan yang baru.
“Yang namanya peraturan itu kan enggak ujug-ujug, pasti ada prosesnya, ada protapnya, ada standar operasional prosedurnya ya,” ungkap Rika.
Anas mendapatkan hukuman penjara selama delapan tahun dalam kasus dugaan korupri proyek Hambalang. Terpidana kasus korupsi proyek Hambalang itu dipenjara di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat. Dia akan bebas pada 2022, jika dihitung dari awal penahanan pada 2014.
Anas juga diwajibkan membayar uang pengganti Rp 57,59 miliar dan USD 5,26 juta. Jika uang pengganti itu tidak dibayarkan, maka diganti dengan hukuman dua tahun penjara.
MA sebelumnya mencabut dan membatalkan Pengaturan Pemerintah (PP) pengetatan remisi bagi pelaku korupsi, terorisme dan narkoba. Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan.
Dalam PP tersebut, koruptor, pelaku teror dan pelaku narkoba sebelumnya bisa mendapatkan remisi dengan syarat lebih ketat dibandingkan napi lainnya.
“Putusan kabul HUM (hak uji materiil),” demikian dikutip dari laman Mahkamah Agung (MA), Jumat (29/10/2021).
Judicial review ini dilakukan oleh Subowo dan empat rekannya, yakni warga binaan yang sedang menjalani pidana penjara di Lapas Sukamiskin, Bandung. Putusan JR MA ini diketok oleh ketua majelis Supandi dengan anggota majelis Yodi Martono Wahyunandi dan Is Sudaryono pada 28 Oktober 2021, dengan panitera pengganti Dewi Asimah.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyatakan narapidana bukan hanya objek, tetapi juga subjek, yang tidak berbeda dengan manusia lainnya, yang sewaktu-waktu dapat melakukan kekhilafan yang dapat dikenai pidana sehingga tidak harus diberantas. Seharusnya yang diberantas yaitu faktor-faktor yang menyebabkan narapidana berbuat hal-hal yang bertentangan dengan hukum.
“Sejatinya hak mendapatkan remisi harus diberikan tanpa terkecuali. Artinya, berlaku sama bagi semua warga binaan untuk mendapat haknya secara sama, kecuali dicabut berdasarkan putusan pengadilan,” tutup bunyi putusan tersebut. (jpc)