Penderita Stunting Tembus 4.000, SDM Kota Tasik Terancam

Jumat 22-10-2021,08:00 WIB
Reporter : syindi

radartasik.com, TASIK — Pandemi Covid-19 memang menjadi fokus bersama dalam penanganannya. Berbagai upaya dikerahkan untuk memutus mata rantai penyebaran virus korona di masyarakat. Belakangan ini, tren pasien yang tertular Covid-19 menurun dan aktivitas masyarakat mulai kembali normal.

Selain Covid-19, masyarakat Kota Tasikmalaya masih dikepung berbagai penyakit yang tidak kalah berbahaya dari virus korona, yakni stunting dan DBD. Stunting jelas sangat membahayakn, khususnya bagi generasi muda atau balita yang dampaknya terhadap sumber daya manusia (SDM) Kota Tasikmalaya di masa yang akan datang. Kemudian untuk DBD juga tidak kalah mematikan dari Covid-19, artinya masyarakat diimbau untuk selalu menjaga kesehatan dan kebersihan lingkungan.

Kota Tasikmalaya termasuk dalam daerah yang memiliki penderita stunting dan Demam Berdarah Dengue (DBD) tertinggi. Tidak bisa dimungkiri, kedua penyakit tersebut mengancam regenerasi.

Tahun 2020, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Tasikmalaya mencatat ada 7.731 kasus anak yang menderita stunting atau pengkerdilan. Di tahun yang sama, kasus DBD pun mencapai 1.409 kasus. Hal itu diungkapkan Kabid Kesehatan Masyarakat (Kesmas) Dinkes Kota Tasikmalaya Suryaningsih SSos MM kepada Radar, Kamis (21/10/2021).

Dia menuturkan, tahun ini kasus stunting sudah mencapai angka sekitar 4.000. Potensi penambahan masih memungkinkan terjadi sampai akhir tahun, karena data tersebut belum direkap seluruhnya. “Namun kami harap tidak nambah, artinya kasusnya menurun,” kata dia, menjelaskan.

Menurut dia, anak yang menderita stunting ini disebabkan dari asupan gizi yang tidak seimbang. Bisa sejak dalam kandungan atau proses pertumbuhan setelah lahir. “Tapi kebanyakan asupan gizi yang kurang sejak dalam kandungan,” ujarnya.

Kata dia, asupan gizi yang tidak seimbang bukan saja karena faktor ekonomi atau kemiskinan yang melanda. Pasalnya, sebagian kasus stunting terjadi pada anak di keluarga ekonomi menengah ke atas. Hal itu terjadi karena minimnya perhatian dari orang tua soal makanan anaknya. “Misal ayah dan ibunya sibuk, jadi kurang memperhatikan makanan anaknya,” ucapnya.

Menurut dia, stunting bisa ditangani dengan perbaikan asupan gizi selama masa emas. Maka dari itu, semakin cepat terdeteksi maka semakin besar peluang untuk ditangani dan kembali normal. “Di sini peran orang tua sangat penting untuk mencegah anak menjadi stunting,” terangnya.

Dalam dunia kesehatan, ada teori 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) yakni 270 hari masa kehamilan dan 730 hari setelah kelahiran. Jika setelah melewati masa tersebut, kondisi stunting anak sudah tidak bisa ditangani. “Dan penderita stunting itu kemampuan SDM-nya 50% (di bawah) orang normal,” ucapnya.

Sampai saat ini, Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya tidak mempunyai formula baru, selain terus memberi edukasi dan melakukan pengawasan terbatas. Karena ujung tombak pencegahan dan penanganan stunting ada di orang tuanya. “Kapasitas kami ya di situ, makanya kami minta agar orang tua rajin berkonsultasi ke Posyandu atau Puskesmas,” ucapnya.

Selain itu, Open Defecation Free (ODF) atau pengurangan Buang Air Besar Sembarangan (BABS) juga terus didongkrak di masyarakat. Karena salah satu yang berpengaruh terhadap pertumbuhan anak adalah lingkungan yang bersih. “Sementara ini di Kota Tasik yang sudah ODF baru 4 kelurahan,” ucapnya.

Terpisah, Kabid Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit (P2P) Dinkes Kota Tasikmalaya dr Asep Hendra menyebutkan tahun 2021 kasus DBD sudah mencapai angka 500-an. DBD memang salah satu endemik yang selalu terjadi di Kota Tasikmalaya. “Tanggal 1-21 Oktober (2021) saja sudah ada 42 kasus DBD,” ucapnya.

Ada pun upaya dari pemerintah, yakni dengan melakukan kampanye melalui puskesmas yang ada di Kota Tasik. Di antaranya dengan edukasi pencegahan kepada masyarakat. “Kuncinya di 3M plus,” ucapnya.

Selain itu ada gerakan yang disebut dengan Jumatik, yakni Juru Pemantau Jentik. Di mana masyarakat harus memperhatikan tempat-tempat yang biasa terdapat genangan air dan berpotensi menjadi tempat kembang biak nyamuk. “Misal di Dispenser, kulkas atau pot,” imbuhnya. (rga)
Tags :
Kategori :

Terkait