Radartasik.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menetapkan Bupati Musi Banyuasin (Muba) Dodi Reza Alex Noerdin sebagai tersangka penerimaan suap pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Musi Banyuasin tahun anggaran 2021.
Selian Dodo Reza, lembaga antirasuah itu juga mentersangkakan Kepala Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin, Herman Mayori, Kabid SDA/PPK Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin, Eddi Umari dan Direktur PT Selaras Simpati Nusantara, Suhandy.
Sebelumnya ketiga tersangka terjaring operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Tim Satgas KPK pada Jumat (15/10/2021) malam. Uang senilai Rp300 juta ikut diamankan KPK dari OTT tersebut.
“KPK melakukan penyelidikan yang kemudian ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup. Sehingga KPK meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan dengan mengumumkan empat tersangka,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Sabtu (16/10).
Alex menjelaskan, dalam konstruksi perkara Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin pada 2021 ini akan melaksanakan beberapa proyek yang dananya bersumber dari APBD, APBD-P TA 2021 dan Bantuan Keuangan Gubernur di antaranya pada Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin.
Dalam melaksanakan berbagai proyek tersebut, diduga telah ada arahan dan perintah dari Dodi kepada Herman dan Eddi dan beberapa pejabat lain di Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin agar dalam proses pelaksanaan lelangnya di rekayasa sedemikian rupa. Di antaranya dengan membuat list daftar paket pekerjaan dan telah pula ditentukan calon rekanan yang akan menjadi pelaksana pekerjaan tersebut.
Selain itu, Dodi juga telah menentukan adanya pemberian fee dari setiap nilai proyek paket pekerjaan di Kabupaten Musi Banyuasin senilai 10 persen untuk Dodi, 3—5 persen untuk Herman dan 2—3 persen untuk Eddi serta pihak terkait lainnya.
Suhandy selaku Direktur PT Selaras Simpati Nusantara memenangkan empat paket proyek. Pertama, Rehabilitasi Daerah Irigasi Ngulak III (IDPMIP) di Desa Ngulak III, Kecamatan Sanga dengan nilai kontrak Rp 2,39 miliar. Kedua, peningkatan jaringan irigasi DIR Epil dengan nilai kontrak Rp4,3 miliar. Ketiga, peningkatan jaringan irigasi DIR Muara Teladan dengan nilai kontrak Rp3,3 miliar. Keempat, normalisasi Danau Ulak Ria Kecamatan Sekayu dengan nilai kontrak Rp 9,9 miliar.
Sebagai realialisasi pemberian fee komitmen oleh Suhandy atas dimenangkannya empat proyek paket pekerjaan di Dinas PUPR tersebut, diduga Suhandy telah menyerahkan sebagian uang tersebut kepada Dodi melalui Herman dan Eddi. “Total fee komitmen yang akan diterima oleh DRA dari SUH dari 4 proyek dimaksud sejumlah sekitar Rp2,6 miliar,” ujar Alexander.
Sebagai penerima, Dodi, Herman dan Eddi disangkakan melanggar melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sebagai pihak pemberi, Suhandy disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (jpc)
Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan mantan Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin sebagai tersangka dalam dua kasus korupsi dalam kurun waktu satu minggu. Awalnya, Alex Noerdin dijerat terkait kasus pembelian gas bumi oleh Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi (PDPDE) Sumatera Selatan tahun 2010-2019. Kemudian, dia dijerat sebagai tersangka dalam kasus pembangunan Masjid Sriwijaya Palembang. (jpc)