radartasik.com, CIHIDEUNG — Masifnya pertumbuhan minimarket di Kota Tasikmalaya, kembali menjadi sorotan kalangan mahasiswa. Apalagi, menjelang hari lahir Kota Resik yang akan diperingati 17 Oktober mendatang mestinya menjadi evaluasi dan refleksi.
Presidium Tasikraya Budgeting Control, Muhammad Satriana Ilham mengungkapkan ekonomi masyarakat khususnya para pegiat UMKM, hari ini terdampak multiproblem. Di samping dampak pandemi Covid-19, juga keberadaan minimarket yang menggurita dan mencengkram pedagang kecil serta pasar tradisional.
Ia mencontohkan pada Perwalkot Nomor 57 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Pada pasal 8 tertuang bahwa jumlah dan persebaran toko minimarket yang dapat diizinkan, sudah diplot dan dibatasi setiap kecamatan. “Sementara realitas di lapangan sudah over, kita mau hitung satu persatu pun jelas over,” tegasnya.
Menurut dia, dari gambaran tersebut jelas bahwa terjadi persoalan serius pada urusan perizinan di Pemkot. Ia pun tidak memungkiri sulitnya membedakan antara minimarket berizin dan tidak, ketika tidak ada tindakan dari eksekutif.
“Lantas bagaimana peran masyarakat dalam turut serta menjalankan pengawasan atau kontrol dalam memberikan input kepada pemerintah. Ini menjadi pertanyaan serius bagi kami maupun masyarakat lainnya,” kata Satria yang juga aktivis PMII itu.
Bahkan, lanjut dia, persoalan lainnya di lapangan ditemukan adanya minimarket yang tidak menyediakan areal parkir sesuai amanat perda. Dimana seharusnya areal parkir paling sedikit seluas kebutuhan parkir satu unit kendaraan roda empat untuk setiap enam puluh meter persegi, luas lantai penjualan pusat perbelanjaan atau toko modern.
“Itu kita lihat faktual di lapangan di wilayah Jalan Padayungan dan Simpang Lima. Ditambah lagi ada minimarket yang belum tuntas pembangunannya sudah beroperasi, tentu berisiko kecelakaan dan bahkan bisa menelan korban,” papar dia.